Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 9 (Kritik Sastra)



DIGLOSIA DALAM PADANG BULAN
Oleh Leksi Sartika

NOVEL-novel Andrea Hirata setelah Tetralogi laskar pelangi adalah Dwilogi Padang Bulan, yaitu dua karya Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, dengan urutan Padang Bulan terlebih dahulu. Novel Dwilogi Padang Bulan ini menceritakan tentang kehidupan pendidikan seorang siswi di Belitung bernama Enong yang sangat menggemari mata pelajaran Bahasa Inggris. Namun lantaran ayahnya meninggal, Enong terpaksa harus berhenti dari bangku sekolah kelas VI saat dirinya menginjak usia 14 tahun. Kendati tidak meneruskan sekolah, namun semangat Enong untuk menguasai Bahasa Inggris tetap kuat. Dalam perjalanan hidupnya, Enong kemudian bertemu dengan Ikal yang akhirnya bisa mengenalkan Enong dengan Ninochka Stronovky, seorang Grand Master perempuan catur internasional. Enong yang bertekad untuk belajar bahasa Inggris dengan ikut kursus di Tanjong Pandan. Enong tahu, umurnya akan menjadi tantangan paling besar karena dia harus bersaing dengan anak-anak muda.
Sementara itu, Ikal terpukul oleh penolakan ayahnya. Cintanya kepada A Ling sudah bulat, namun ternyata ayahnya menolak mentah-mentah. Sementara, A Ling juga entah dimana. Akibatnya, Ikal merasa otaknya sedikit terganggu dan memutuskan untuk mencari pekerjaan ke Jakarta, menjadi pegawai berseragam yang memiliki uang pensiun seperti yang diinginkan ayah dan ibunya.  Tepat sebelum nakhoda kapal mengangkat sauh, Ikal berubah pikiran. Ada yang belum tuntas ia selesaikan. Ia harus kalahkan Zinar dalam tanding catur!
Dwilogi itu meneguhkan Andrea Hirata sebagai cultural novelist sekaligus periset social dan budaya. Watak manusia yang penuh kejutan, sifat-sifat unik sebuah komunitas, parody, dan cinta, ditulis dengan cara membuka pintu-pintu baru bagi pembaca untuk melihat budaya, melihat diri sendiri, dan memahami cinta, hubungan keluarga, dan religi dengan cara yang tidak biasa. Keindahan kisah, kedalaman intelektualitas, humor dan hysteria kadang-kadang, serta kehatian-hatian sekaligus kesembronoan yang disengaja telah menjadi ciri khasnya.
Pada novel Padang Bulan, lebih bercerita tentang percintaan, novel yang merupakan karya kelima Andrea Hirata tersebut masih dengan latar belakang Belitung dan budayanya. “Novel kelima Andrea ini seperti novel Laskar Pelangi dengan budaya Melayu Kampung Belitung. Andrea merasa menemukan ciri khas novelnya dengan latar belakang budaya Melayu yang memang masih jarang diungkapkan.  Nah, itu tidak sulit sama sekali, bukan? Dan kau telah memperoleh kekayaan pengetahuan, hanya dari mengambil beberapa waktu untuk mempelajari kata-kata seorang pakar pada selebritis Indonesia.
Dengan adanya novel padang bulan dapat kita lihat bahwa pengarang mengunakan kata atau bahasa lain selain bahasa Indonesia dalam karyanya. Hal tersebut dinamakan diglosia. Pengertian diglosia boleh dikatakan sama dengan bilingualisme, tetapi diglosia lebih cenderung dipakai untuk menunjukkan keadaan masyarakat tutur, yakni terjadinya alokasi fungsi dari dua bahasa atau ragam. Persoalan-persoalan yang menyangkut diglosia adalah persoalan dialek yang terdapat dalam masyarakat tutur, misalnya dalam suatu bahasa terdapat dua variasi bahasa yang masing-masing ragamnya mempunyai peranan dan fungsi tertentu. Penggunaan ragam-ragam variasi tersebut bergantung kepada situasinya.
Dahulu, ragam bahasa seperti dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa benar-benar digunakan sesuai dengan tingkatan sosial masyarakatnya juga sesuai situasi. Dalam bahasa Jawa misalnya, krama inggil dipakai untuk sastra (termasuk tembang), sedangkan untuk percakapan sehari-hari menggunakan bahasa ngoko. Begitu juga dalam bahasa Sunda, ketika seorang anak berbicara dengan seorang guru tidak bisa menggunakan bahasa loma, tetapi harus menggunakan bahasa lemes. Namun, pada saat sekarang ini hal tersebut sulit sekali untuk kita dapatkan atau mencarinya. Di sebuah kota besar di Indonesia terdapat beberapa suku bangsa dengan bahasa daerah masing-masing disamping bahasa Indonesia. Menurut Sumarsono, fungsi bahasa daerah berbeda dengan bahasa Indonesia dan masing-masing mempunyai ranah yang berbeda pula. Bahasa daerah membangun suasana kekeluargaan, keakraban, kesantaian, dan dipakai dalam ranah kerumahtanggaan, ketetanggaan, dan kekariban, sedangkan bahasa Indonesia membangun suasana formal, resmi, kenasionalan, dan dipakai misalnya dalam ranah persekolahan, ranah kerja, dan dalam ranah keagamaan. Pemakaian suatu ragam dalam bahasa-bahasa daerah itu bukan didasarkan atas topik pembicaraan, melainkan oleh siapa dan untuk siapa.
Jika dalam bahasa Indonesia hanya terdapat satu ragam baku, maka dalam bahasa tertentu ditemukan situasi yang berbeda yang di dalamnya terdapat dua ragam baku yang sama-sama diakui dan dihormati. Hal tersebut biasa disebut sebagai diglosia. Diglosia adalah sejenis pembakuan bahasa yang khusus ketika dua ragam bahasa berada berdampingan di dalam keseluruhan masyarakat bahasa dan masing-masing ragam bahasa itu diberi fungsi sosial tertentu. Pembahasan diglosia berkenaan dengan pemakaian ragam bahasa rendah (ditandai dengan R) dan ragam bahasa tinggi (ditandai dengan T) dalam suatu kelompok masyarakat. Di dalam masyarakat yang dikarekterisasikan sebagai masyarakat yang bilingualisme dan diglosia, hampir setiap orang mengetahui ragam atau bahasa T dan ragam atau bahasa R. kedua ragam atau bahasa itu akan digunakan menurut fungsinya masing-masing, yang tidak dapat dipertukarkan.
Ciri-ciri situasi diglosia yang paling penting adalah pengkhususan fungsi masing-masing ragam bahasa. Ragam bahasa tinggi khusus digunakan dalam situasi-situasi formal seperti kegiatan keagamaan, pidato-pidato, kuliah, siaran berita, atau pada tajuk rencana dalam surat kabar. Sebaliknya, ragam bahasa rendah biasa digunakan dalam situasi-situasi santai seperti percakapan sehari-hari dalam keluarga, antara teman, cerita bersambung dalam radio, atau dalam sastra rakyat. Seperti halnya dalam novel padang bulan karya Andrea Hirata dapat kita temukan pemakaian dua bahasa atau ragam baku yang sudah diakui dan dihormati yaitu berupa kata “yahnong”, yang merupakan singkatan untuk ayah bagi anak mereka, Enong. Kebiasaan orang Melayu menyatakan sayang kepada anak tertua dengan menggabungkan nama ayah dan nama anak tertua itu. Hal itu merupakan ragam bahasa rendah dan yang digunakan dalam situasi santai, antara percakapan anak dan ayahnya dalam percakapan sehari-hari dalam keluarga mereka. Singkatan tersebut sangat dihormati dan dihargai di daerah Belitung. Singkatan pada panggilan untuk seorang ayah yang disanyangi oleh anak dan istrinya. Dan itu membuktikan antara anak dan ayah sangat erat sekali hubungannya dalam kehidupan. Dan kita dapat melihat ketika ayah Enong meninggal, maka Enong dan adik-adiknya harus berhenti sekolah karena ibunya tidak bisa membiayai pendidikan Enong dan adik-adiknya. Hal tersebut merupakan contoh salah satu contoh penggunaan dua bahasa atau ragam dalam novel padang bulan yang ditulis oleh seorang novelis Indonesia yang terkenal. Dan dapat kita lihat bahwa penggunaan diglosia disana dalam keadaan atau situasi percakapan antar keluarga, karena itu merupakan sebutan untuk seorang ayah yang disayangi oleh anaknya. Jika seseorang yang baru kesana dan tidak pernah mendengar kata gabungan antara kata ayah dan anak tertua, dia akan merasa bingung, apasih itu? Didalam kepalanya pasti memikirkan ucapan gabungan tersebut. Tetapi jika orang yang sudah tahu tentang hal tersebut tidak akan merasa heran.
Sungguh banyak sekali bahasa yang dikuasai oleh pengarang kita ini. Ini membuktikan bahwa dalam sebuah novel tidak hanya dengan satu bahasa saja. Justru dengan adanya bahasa lain yang kita kuasai dapat membantu kita atau memberikan ide-ide yang baru, dengan ide-ide tersebut seorang pengarang dapat menghasilkan karya-karya yang sangat menakjubkan. Dengan ragam bahasa tersebut karya-karya Andrea Hirata dikatakan sempurna. Karena kata-kata atau kalimat yang digunakan bisa memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya. Dan meningkatkan ketertarikan dalam pembacaan karyanya. Bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam novel Padang Bulan ini banyak sekali kita ketemui dalam percakapan sehari-hari.
Ketika bahasa latin merupakan bahasa pendidikan dan layanan agama di Indonesia, misalnya bahasa Indonesia dan latin ada dalam hubungan diglosik. Bahasa latin digunakan dalam komunikasi tertentu, sedangkan bahasa Indonesia digunakan dalam komunikasi lainnya.
Pada novel padang bulan ada kata yang pengucapan dan tulisannya pelem yang dalam bahasa Indonesia pengucapan dan tulisannya adalah film ini merupakan salah satu dari apa yang disebut dengan variasi atau ragam bahasa yang digunakan oleh pengarang. Kata pelem itu untuk orang-orang atau rakyat biasa seperti kata yang diucapkan dalam kehidupan sehari-hari antar teman, seperti yang diucapkan oleh Detektif M. Nur kepada Ikal. Dimana Detektif M. Nur merupakan teman baik Ikal. Mereka berbicara dengan bahasa sehari-hari dan santai dalam pengucapannya. Bukan dua kata itu saja yang merupakan diglosia dalam padang bulan tapi masih banyak lagi kata-kata yang lainnya mengandung makna diglosia, yang diambil hanya sebagian kecil saja dan itupun sudah dapat membuktikan bahwa dalam padang bulan ini terdapat ragam bahasa atau persoalan dialek dalam masyarakat tutur.
Pada tindak tutur yang dilakukan oleh tokoh pada novel padang bulan terdapat kata boi dengan tulisan b-o-i bukan b-o-y. Kata boy ini merupakan kata panggilan untuk seorang anak  laki-laki dalam berbahasa inggris. Dan sekarang kita dapati dalam novel padang bulan bahwa percakapan yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya menggunakan bahasa yang telah didapatnya dalam pembelajaran di sekolah. Meskipun tulisannya beda tapi bacaannya sama yaitu boi. Kenapa digunakan kata boi itu karena pengarang ingin menjadikan kata-kata dalam novelnya itu untuk tidak selalu resmi atau tidak terlalu serius. Setiap kata boi yang diucapkan oleh tokoh itu akan memberi ketertarikan sendiri bagi pembaca, hal tersebut akan membuat pembaca rileks.
Keragaman bahasa yang digunakan pengarang dalam karyanya, memberikan hal-hal yang positif bagi siapa saja yang membaca karyanya. Hal yang membuat suatu karya bisa diminati atau disukai banyak pembaca yaitu bagaimana atau sejauh mana pengarang mampu menguasai bahasa yang ada didunia ini. Dan dengan memvariasikan bahasa tersebut mampu menarik banyak pembaca. Rangkaian kalimat yang membentuk suatu kesatuan yang menarik dan bisa membuat pembaca terharu, dan serta tenggelam dalam kata-kata si pengarang.
Kadang kala dalam penggunaan ragam bahasa atau yang bisa disebut dengan diglosia. Bisa membuat pengarang terjebak dalam kekacauan pada kata atau kalimat. Dalam novel Padang Bulan pengarang mengunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu lebih unggul sehingga pencetusan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia tidak menimbulkan kekacauan. Bahasa melayu diterima dan disepakati sebagai bahasa Indonesia, sebagai bahasa nasional.
Dalam novel padang bulan ini pengarang menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pembacanya. Diglosia dalam novel padang bulan tidak terlepas dari bahasa sehari-hari, yang bisa membuat pembaca memahami apa yang dituliskan oleh pengarang. Ini dapat membuktikan bahwa penggunaan bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa yang ada, digunakan di dalam komunikasi yang tidak resmi dan strukturnya disesuaikan dengan saluran  komunikasi lisan.


Profil Penulis:
Leksi Sartika biasa dipanggil Leksi. Lahir 20 April 1989. Tepatnya di sebuah desa kecil, yaitu Sumpur Kudus Kab. Sijunjung dengan Cewek yang berzodiak Aries ini menamatkan pendidikan di SDN 29 Tamparungo, Sumpur Kudus. Tamatan SMPN 1 Sijunjung, dan menematkan SMAN 1 Sijunjung. Sekarang cewek manis ini sedang megambil S1 di UNP, jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, dengan NIM 01529 tahun masuk 2008.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog