DIGLOSIA
DALAM PADANG BULAN
Oleh Leksi Sartika
NOVEL-novel Andrea
Hirata setelah Tetralogi laskar pelangi adalah Dwilogi Padang Bulan, yaitu dua
karya Padang Bulan dan Cinta di Dalam Gelas, dengan urutan Padang Bulan
terlebih dahulu. Novel Dwilogi Padang Bulan ini menceritakan tentang kehidupan
pendidikan seorang siswi di Belitung bernama Enong yang sangat menggemari mata
pelajaran Bahasa Inggris. Namun lantaran ayahnya meninggal, Enong terpaksa
harus berhenti dari bangku sekolah kelas VI saat dirinya menginjak usia 14
tahun. Kendati tidak meneruskan sekolah, namun semangat Enong untuk menguasai
Bahasa Inggris tetap kuat. Dalam perjalanan hidupnya, Enong kemudian bertemu
dengan Ikal yang akhirnya bisa mengenalkan Enong dengan Ninochka Stronovky,
seorang Grand Master perempuan catur
internasional. Enong yang bertekad untuk belajar bahasa Inggris dengan ikut
kursus di Tanjong Pandan. Enong tahu, umurnya akan menjadi tantangan paling
besar karena dia harus bersaing dengan anak-anak muda.
Sementara itu, Ikal
terpukul oleh penolakan ayahnya. Cintanya kepada A Ling sudah bulat, namun
ternyata ayahnya menolak mentah-mentah. Sementara, A Ling juga entah dimana.
Akibatnya, Ikal merasa otaknya sedikit terganggu dan memutuskan untuk mencari
pekerjaan ke Jakarta, menjadi pegawai berseragam yang memiliki uang pensiun
seperti yang diinginkan ayah dan ibunya. Tepat sebelum nakhoda kapal
mengangkat sauh, Ikal berubah pikiran. Ada yang belum tuntas ia selesaikan. Ia
harus kalahkan Zinar dalam tanding catur!
Dwilogi itu
meneguhkan Andrea Hirata sebagai cultural
novelist sekaligus periset social dan budaya. Watak manusia yang penuh kejutan, sifat-sifat
unik sebuah komunitas, parody, dan cinta, ditulis dengan cara membuka
pintu-pintu baru bagi pembaca untuk melihat budaya, melihat diri sendiri, dan
memahami cinta, hubungan keluarga, dan religi dengan cara yang tidak biasa. Keindahan
kisah, kedalaman intelektualitas, humor dan hysteria kadang-kadang, serta
kehatian-hatian sekaligus kesembronoan yang disengaja telah menjadi ciri
khasnya.
Pada novel
Padang Bulan, lebih bercerita tentang percintaan, novel yang merupakan karya
kelima Andrea Hirata tersebut masih dengan latar belakang Belitung dan
budayanya. “Novel kelima Andrea ini seperti novel Laskar Pelangi dengan budaya
Melayu Kampung Belitung. Andrea merasa menemukan ciri khas novelnya dengan
latar belakang budaya Melayu yang memang masih jarang diungkapkan. Nah,
itu tidak sulit sama sekali, bukan? Dan kau telah memperoleh kekayaan
pengetahuan, hanya dari mengambil beberapa waktu untuk mempelajari kata-kata
seorang pakar pada selebritis Indonesia.
Dengan adanya
novel padang bulan dapat kita lihat bahwa pengarang mengunakan kata atau bahasa
lain selain bahasa Indonesia dalam karyanya. Hal tersebut dinamakan diglosia.
Pengertian diglosia boleh dikatakan sama dengan bilingualisme, tetapi diglosia lebih cenderung dipakai untuk
menunjukkan keadaan masyarakat tutur, yakni terjadinya alokasi fungsi dari dua
bahasa atau ragam. Persoalan-persoalan
yang menyangkut diglosia adalah persoalan dialek yang terdapat dalam masyarakat
tutur, misalnya dalam suatu bahasa terdapat dua variasi bahasa yang
masing-masing ragamnya mempunyai peranan dan fungsi tertentu. Penggunaan
ragam-ragam variasi tersebut bergantung kepada situasinya.
Dahulu, ragam
bahasa seperti dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa benar-benar digunakan sesuai
dengan tingkatan sosial masyarakatnya juga sesuai situasi. Dalam bahasa Jawa
misalnya, krama inggil dipakai untuk sastra (termasuk tembang), sedangkan untuk
percakapan sehari-hari menggunakan bahasa ngoko. Begitu juga dalam bahasa Sunda,
ketika seorang anak berbicara dengan seorang guru tidak bisa menggunakan bahasa
loma, tetapi harus menggunakan bahasa lemes. Namun, pada saat sekarang ini hal
tersebut sulit sekali untuk kita dapatkan atau mencarinya. Di sebuah kota besar
di Indonesia terdapat beberapa suku bangsa dengan bahasa daerah masing-masing
disamping bahasa Indonesia. Menurut Sumarsono, fungsi bahasa daerah berbeda
dengan bahasa Indonesia dan masing-masing mempunyai ranah yang berbeda pula.
Bahasa daerah membangun suasana kekeluargaan, keakraban, kesantaian, dan
dipakai dalam ranah kerumahtanggaan, ketetanggaan, dan kekariban, sedangkan
bahasa Indonesia membangun suasana formal, resmi, kenasionalan, dan dipakai
misalnya dalam ranah persekolahan, ranah kerja, dan dalam ranah keagamaan. Pemakaian suatu ragam dalam bahasa-bahasa daerah itu bukan
didasarkan atas topik pembicaraan, melainkan oleh siapa dan untuk siapa.
Jika dalam
bahasa Indonesia hanya terdapat satu ragam baku, maka dalam bahasa tertentu
ditemukan situasi yang berbeda yang di dalamnya terdapat dua ragam baku yang
sama-sama diakui dan dihormati. Hal tersebut biasa disebut sebagai diglosia.
Diglosia adalah sejenis pembakuan bahasa yang khusus ketika dua ragam bahasa
berada berdampingan di dalam keseluruhan masyarakat bahasa dan masing-masing
ragam bahasa itu diberi fungsi sosial tertentu. Pembahasan diglosia berkenaan
dengan pemakaian ragam bahasa rendah (ditandai dengan R) dan ragam bahasa
tinggi (ditandai dengan T) dalam suatu kelompok masyarakat. Di dalam masyarakat yang dikarekterisasikan sebagai
masyarakat yang bilingualisme dan diglosia, hampir setiap orang mengetahui
ragam atau bahasa T dan ragam atau bahasa R. kedua ragam atau bahasa itu akan
digunakan menurut fungsinya masing-masing, yang tidak dapat dipertukarkan.
Ciri-ciri
situasi diglosia yang paling penting adalah pengkhususan fungsi masing-masing
ragam bahasa. Ragam bahasa tinggi khusus digunakan dalam situasi-situasi formal
seperti kegiatan keagamaan, pidato-pidato, kuliah, siaran berita, atau pada
tajuk rencana dalam surat kabar. Sebaliknya, ragam bahasa rendah biasa
digunakan dalam situasi-situasi santai seperti percakapan sehari-hari dalam
keluarga, antara teman, cerita bersambung dalam radio, atau dalam sastra
rakyat. Seperti halnya dalam novel padang bulan karya Andrea Hirata dapat kita
temukan pemakaian dua bahasa atau ragam baku yang sudah diakui dan dihormati
yaitu berupa kata “yahnong”, yang
merupakan singkatan untuk ayah bagi anak mereka, Enong. Kebiasaan orang Melayu
menyatakan sayang kepada anak tertua dengan menggabungkan nama ayah dan nama
anak tertua itu. Hal itu merupakan ragam bahasa rendah dan yang digunakan dalam
situasi santai, antara percakapan anak dan ayahnya dalam percakapan sehari-hari
dalam keluarga mereka. Singkatan tersebut sangat dihormati dan dihargai di
daerah Belitung. Singkatan pada panggilan untuk seorang ayah yang disanyangi
oleh anak dan istrinya. Dan itu membuktikan antara anak dan ayah sangat erat
sekali hubungannya dalam kehidupan. Dan kita dapat melihat ketika ayah Enong
meninggal, maka Enong dan adik-adiknya harus berhenti sekolah karena ibunya
tidak bisa membiayai pendidikan Enong dan adik-adiknya. Hal tersebut merupakan
contoh salah satu contoh penggunaan dua bahasa atau ragam dalam novel padang
bulan yang ditulis oleh seorang novelis Indonesia yang terkenal. Dan dapat kita
lihat bahwa penggunaan diglosia disana dalam keadaan atau situasi percakapan
antar keluarga, karena itu merupakan sebutan untuk seorang ayah yang disayangi
oleh anaknya. Jika seseorang yang baru kesana dan tidak pernah mendengar kata
gabungan antara kata ayah dan anak tertua, dia akan merasa bingung, apasih itu?
Didalam kepalanya pasti memikirkan ucapan gabungan tersebut. Tetapi jika orang
yang sudah tahu tentang hal tersebut tidak akan merasa heran.
Sungguh banyak
sekali bahasa yang dikuasai oleh pengarang kita ini. Ini membuktikan bahwa
dalam sebuah novel tidak hanya dengan satu bahasa saja. Justru dengan adanya
bahasa lain yang kita kuasai dapat membantu kita atau memberikan ide-ide yang
baru, dengan ide-ide tersebut seorang pengarang dapat menghasilkan karya-karya
yang sangat menakjubkan. Dengan ragam bahasa tersebut karya-karya Andrea Hirata
dikatakan sempurna. Karena kata-kata atau kalimat yang digunakan bisa
memberikan pengetahuan baru bagi pembacanya. Dan meningkatkan ketertarikan
dalam pembacaan karyanya. Bahasa yang digunakan oleh pengarang dalam novel
Padang Bulan ini banyak sekali kita ketemui dalam percakapan sehari-hari.
Ketika bahasa
latin merupakan bahasa pendidikan dan layanan agama di Indonesia, misalnya
bahasa Indonesia dan latin ada dalam hubungan diglosik. Bahasa latin digunakan
dalam komunikasi tertentu, sedangkan bahasa Indonesia digunakan dalam
komunikasi lainnya.
Pada novel
padang bulan ada kata yang pengucapan dan tulisannya pelem yang dalam bahasa Indonesia pengucapan dan tulisannya adalah
film ini merupakan salah satu dari apa yang disebut dengan variasi atau ragam
bahasa yang digunakan oleh pengarang. Kata pelem
itu untuk orang-orang atau rakyat biasa seperti kata yang diucapkan dalam kehidupan
sehari-hari antar teman, seperti yang diucapkan oleh Detektif M. Nur kepada
Ikal. Dimana Detektif M. Nur merupakan teman baik Ikal. Mereka berbicara dengan
bahasa sehari-hari dan santai dalam pengucapannya. Bukan dua kata itu saja yang
merupakan diglosia dalam padang bulan tapi masih banyak lagi kata-kata yang
lainnya mengandung makna diglosia, yang diambil hanya sebagian kecil saja dan
itupun sudah dapat membuktikan bahwa dalam padang bulan ini terdapat ragam
bahasa atau persoalan dialek dalam masyarakat tutur.
Pada tindak
tutur yang dilakukan oleh tokoh pada novel padang bulan terdapat kata boi
dengan tulisan b-o-i bukan b-o-y. Kata boy ini merupakan kata panggilan untuk
seorang anak laki-laki dalam berbahasa
inggris. Dan sekarang kita dapati dalam novel padang bulan bahwa percakapan
yang dilakukan oleh tokoh-tokohnya menggunakan bahasa yang telah didapatnya
dalam pembelajaran di sekolah. Meskipun tulisannya beda tapi bacaannya sama
yaitu boi. Kenapa digunakan kata boi itu karena pengarang ingin menjadikan
kata-kata dalam novelnya itu untuk tidak selalu resmi atau tidak terlalu
serius. Setiap kata boi yang diucapkan oleh tokoh itu akan memberi ketertarikan sendiri
bagi pembaca, hal tersebut akan membuat pembaca rileks.
Keragaman bahasa
yang digunakan pengarang dalam karyanya, memberikan hal-hal yang positif bagi
siapa saja yang membaca karyanya. Hal yang membuat suatu karya bisa diminati
atau disukai banyak pembaca yaitu bagaimana atau sejauh mana pengarang mampu
menguasai bahasa yang ada didunia ini. Dan dengan memvariasikan bahasa tersebut
mampu menarik banyak pembaca. Rangkaian kalimat yang membentuk suatu kesatuan
yang menarik dan bisa membuat pembaca terharu, dan serta tenggelam dalam
kata-kata si pengarang.
Kadang kala
dalam penggunaan ragam bahasa atau yang bisa disebut dengan diglosia. Bisa
membuat pengarang terjebak dalam kekacauan pada kata atau kalimat. Dalam novel
Padang Bulan pengarang mengunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu lebih unggul
sehingga pencetusan bahasa Melayu sebagai bahasa Indonesia tidak menimbulkan
kekacauan. Bahasa melayu diterima dan disepakati sebagai bahasa Indonesia,
sebagai bahasa nasional.
Dalam novel padang bulan ini pengarang
menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pembacanya. Diglosia dalam novel padang
bulan tidak terlepas dari bahasa sehari-hari, yang bisa membuat pembaca
memahami apa yang dituliskan oleh pengarang. Ini dapat membuktikan bahwa
penggunaan bahasa dengan pembagian fungsional atas variasi-variasi bahasa yang
ada, digunakan di dalam komunikasi yang tidak resmi dan strukturnya disesuaikan
dengan saluran komunikasi lisan.Profil Penulis:
Leksi Sartika biasa dipanggil Leksi. Lahir 20 April 1989. Tepatnya di sebuah desa kecil, yaitu Sumpur Kudus Kab. Sijunjung dengan Cewek yang berzodiak Aries ini menamatkan pendidikan di SDN 29 Tamparungo, Sumpur Kudus. Tamatan SMPN 1 Sijunjung, dan menematkan SMAN 1 Sijunjung. Sekarang cewek manis ini sedang megambil S1 di UNP, jurusan Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia, dengan NIM 01529 tahun masuk 2008.
0 Komentar:
Posting Komentar