JERITAN
PALESTINA TERKUBURNYA KEBENARAN
DAN KASIH SAYANG
Oleh Netri
Febriani
NOVEL ini menceritakan
begitu besar dan berartinya sebuah cinta dan kasih sayang seorang ibu kepada
anaknya. Saya mengharukan kisah sebuah keluarga yang kehilangan anak yang
begitu ia sayangi. Dalam novel ini pengarang ingin menyampaikan bagaimana
kehidupan warga Palestina disetiap harinya selalu diselimuti ketakutan akan
penyerangan yang selalu menghujani disetiap saat, dan tiba-tiba oleh tentara
Israel.
Saat tentara
Israel menyerang desa Ein Hod di Palestina begitu banyak nyawa yang hilang
sia-sia. Begitu mengerikan dan mengharukan saat kita membaca setiap lembar demi
lembar, halaman demi halaman membuat air mata jatuh dan mengiris hati kita.
Banyak anak-anak yang kehilangan kasih sayang orang tua mereka.
Pengarang begitu
apik membuat novel ini sehingga disetiap
cerita yang tertulis di dalamnya kita dapat membayangkan dan merasakan apa yang
terjadi disetiap keadaan yang tertulis, kehidupan yang begitu mengiris dan
menyentuh hati bila kita membaca setiap lembar dan bab. Novel ini menyimpan beribu
kisah tentang cinta, kasih sayang, persahabatan dan kekeluargaan.
Peperangan,
tangis, duka, dan derita menjadi bumbu yang begitu menyatu dan seolah-olah
menjadi satu dalam lingkaran perang yang dilakukan oleh Israel dengan begitu
kejam dan bengisnya. Pengarang seperti mengangkat dari sebuah kisah nyata bila
kita mencermati dan memahami isi novel fiksi ini. Tetapi akhir dari kisah ini
tidak membahagiakan karena Amal meninggal saat menyelamatkan David (Ismail) kakak
yang bertahun-tahun tidak pernah ia kenal wajah dan namanya. Namun saat dia
mengetahui bahwa David adalah Ismail, kakak yang selalu di rindu-rindukan oleh
ibunya berada di depan mata. Amal mau mengorbankan nyawanya untuk sang kakak
dan putrinya.
Pengarang tidak
ingin akhir cerita ini mengecewakan pembaca sehingga saat pertemuan Amal dan
David (Ismail) begitu dipaksakan agar cerita ini benar-benar hidup dan
menyentuh. Tetapi pengarang mematikan tokoh yang begitu penting di dalamnya
yaitu Dalia ibu dari Amal dan David, kesan yang timbul dari akhir cerita ini
seolah-olah David harus merasakan apa yang dirasakan oleh keluarganya
terdahulu, kehilangan orang-orang yang di sayangi. Pengarang menjelaskan
bagaimana tokoh-tokoh yang ada dalam novel ini begitu apik dan terarah sehingga kita bisa merasakan dan seolah-olah tokoh
yang disebutkan hidup. Peperangan yang terjadi begitu nyata dan jelas
diceritakan oleh pengarang bagaimana kerasnya dan kejamnya tentara Israel
menyerang kaum muslim di Palestina.
Pengarang tidak
berani mengupas lebih dalam seperti apa dan bagaimana pasukan Israel dalam
meluluh lantakkan orang-orang muslim yang ada di Palestina. Seolah-olah
pengarang perduli kepada kaum Yahudi yang berada di dalamnya mengangkat
bagaimana kaum Yahudi menolong warga dan memberikan perlindungan. Padahal
pengarang bisa berkomentar bagaimana tentara Israel seharusnya dalam mengatur
siasat untuk menghancurkan Gaza. Saat pengarang mulai melihatkan bagaimana
tentara Israel menyusun siasat, langsung pengarang mengalihkan cerita kepada
keadaan warga Palestina semula.
Cerita novel ini
lebih menarik jika pengarang mau memperluas cerita tidak hanya itu-itu saja,
sehingga ceritanya sedikit membosankan pada awal cerita. Ketika dipertengahan
cerita pengarang hanya berpatokan pada Dalia yang kehilangan putranya yaitu
Ismail, sehingga tokoh Dalia seolah-olah hidup di alamnya padahal masih ada
suami dan kedua anaknya. Kenapa pengarang tidak mau memberikan gambaran apa
yang dikerjakan suaminya dalam rantau orang untuk menafkahi keluarganya dan apa
pekerjaannya. Pengarang hanya menceritakan kisah pilu dan terpuruknya Dalia
saja.
Pengarang
membahas tokoh David atau Ismail yang selalu dibahas dari awal kisah hingga
akhir, begitu sedikit karena pengarang hanya memperkenalkan pembaca nama Ismail
yang dibesarkan oleh kaum Yahudi, tetapi pengarang tidak menceritakan bagaimana
kehidupan sang tokoh Ismail tersebut. Sehingga pembaca hanya mengetahui tokoh
David saat ia menjadi tentara Israel dan menyerang dan membunuh keluarganya
sendiri. Cerita novel ini sedikit mengambang tetapi terkadang ceritanya masuk
dan mendalami bagaimana keadaan suasana sebenarnya. Disanalah keunikan novel
ini kita tidak bisa menerka apa akhir ceritanya dan bagaimana selanjutnya. Kita
akan termotivasi apa selanjutnya? Sehingga kita tidak merasa bosan dan jenuh
saat membacanya.
Pengarang mahir dalam menuliskan dan mengolah
kata, sehingga kekurangan cerita yang semula membosankan menjadi mengasikkan
bahkan menegangkan. Bahasa yang digunakan dalam novel ini biasa saja tetapi
bila kita membacanya dapat memahami dan merasakan apa yang tengah terjadi di
dalam ceritanya. Profil Penulis:
Netri Febriani anak ketiga dari tiga bersaudara ini dilahirkan di Jogokarian 4 Februari 1990, dari pasangan Triono Santoso dan Nefdwina. Menjadi diri sendiri dan mengutamakan islam sebagai pegangan hidup adalah motto hidupnya. Pendidikan Dasarnya diawali di Sekolah Dasar 07 Bantul, dilanjutkan SMP 3 Sawahlunto- Sijunjung dan melanjutkan keSMA 3 Tanjung Gadang Sumatera Barat, kemudian sekarang ia melanjutkan tingkat pendidikan di Universitas Negeri Padang (UNP) jurusan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah.
0 Komentar:
Posting Komentar