METAFORA
DALAM NOVEL LASKAR PELANGI
Oleh Dwi
Yuniarsih
DALAM memperindah sebuah
karya sastra, biasanya seorang penulis atau sastrawan sering menggunakan gaya
bahasa perbandingan. Gaya bahasa itu dianggap dapat mengiaskan atau melukiskan
suatu cerita sehingga menjadi indah dan menarik pembaca. Adapun salah satu gaya
bahasa perbandingan yang cukup sering digunakan oleh penulis adalah majas
metafora. Gaya bahasa metafora memiliki pengertian membandingkan sesuatu hal
dengan hal yang lain tanpa mempergunakan kata-kata hubung pembanding. Gaya
bahasa dan kosakata mempunyai hubungan yang sangat erat, semakin banyak
kosakata seseorang semakin beragam pula gaya bahasa yang dipakainya (Tarigan,
1985:5). Selain itu, seperti yang kita ketahui bahwa gaya bahasa mencakup semua
jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna harfiah yang bisa berupa kata,
frase, ataupun satuan sintaksis yang lebih luas (Hoed, 1992:15).
Penggunaan gaya bahasa dalam karya
sastra tidak dapat dipisahkan dari hasil karya sastra itu sendiri seperti
novel. Karya sastra berbentuk novel di dalamnya terdapat berbagai macam gaya
bahasa dan bahasa sastra, karena novel berasal dari ide kreatif dan hasil imajinasi
dengan alam nyata atau dengan kehidupan nyata Novel menjadi bagian dari karya
sastra dan sebagai hasil pekerjaan kreasi manusia karya sastra yang berupa
novel tidak akan pernah lepas dari bahasa yang merupakan media utama dalam
karya sastra. Sastra dan manusia sangat erat kaitannya karena keberadaan sastra
sering bermula dari pemasalahan serta persoalan dengan daya imajinasi yang
tinggi. Pengarang menuangkan masalah-masalah yang ada disekitarnya menjadi
karya sastra.
Perkembangan karya sastra di Indonesia
akhir-akhir ini sangatlah membanggakan dan terbilang sukses khususnya karya
sastra dalam wujud novel. Banyaknya novel populer yang diterbitkan dengan berbagai tema dan isi yang disajikan
oleh si pengarang. Akan tetapi, novel yang mendapat perhatian dari pecinta dan
peminat novel di Indonesia, antara lain novel karya seorang Andrea Hirata,
salah satunya novel Laskar Pelangi.
Novel
seri pertama yang berjudul laskar pelangi menceritakan kisah kehidupan masa
kecil Andrea yang ditokohkan sebagai Ikal. Laskar pelangi merupakan kisah yang
sangat sederhana namun sarat makna dan mampu menarik perhatian pembaca.
Novel Laskar Pelangi diterbitkan
pertama kali pada September 2005. Sejak kemunculan novel Laskar Pelangi mendapatkan
tanggapan yang positif dari penikmat sastra. Sampai saat ini novel Laskar
Pelangi sudah dicetak ulang sebanyak tiga belas kali dari tahun 2005-2008.
Novel Laskar Pelangi adalah novel pertama tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, tiga novel
berikutnya yaitu Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov.
Tingginya apresiasi masyarakat terhadap novel tersebut menjadikan Laskar
Pelangi masuk dalam jajaran bestseller, mendapat julukan Indonesia’s Most Poweful
Book. Apresiasi yang begitu besar terhadap novel tersebut membuat salah
satu penulis muda ini tertarik untuk mengangkat novel tersebut ke dalam layar
lebar dan tidak kalah dengan novelnya ternyata film tersebut masuk dalam
jajaran Box Office Indonesia (Atminingsih, 2008: 15).
Novel Laskar Pelangi ditulis dengan
bahasa yang mengajak dan bersahabat agar pembaca tertarik untuk membacanya. Ada
intimacy dalam cara penyampaiannya,
tidak menyalahkan, tidak menceramahi, tidak menggurui, tidak menyalahkan, tidak
terburu-buru menghakimi, dan disampaikan dalam bahasa yang membuat pembaca tersentuh
jika membacanya.
Novel Laskar Pelangi merupakan
kisah nyata yang dialami oleh Andrea Hirata. Ia mengemas novel tersebut dengan
bahasa yang sederhana, imajinatif, namun tetap memperhatikan kualitas isi dan
penuh dengan gaya bahasa yang bervariasi. Terutama adalah gaya bahasa metafora
yang berani dan memikat. Hal ini sejalan dengan pernyataan Damono, guru besar
sastra Universitas Indonesia. “Laskar Pelangi bertabur metafora yang
berani, tak biasa, tidak terduga, kadangkala ngawur, namun amat memikat” (Laskar Pelangi, 2008: 532).
Sejalan dengan pendapat Damono, ada beberapa pujian untuk Laskar Pelangi
yang mengatakan bahwa novel tersebut penuh dengan metafora yang memikat dan
orisinil.
Perhatikan
dalam kutipan berikut ini:
“Andrea
berhasil menyajikan kenangannya menjadi cerita yang menarik. Apalagi dibalut
sejumlah metafora dan deskripsi yang kuat, filmis ketika memotret lanskap dan
budaya….” (Pujian untuk Laskar Pelangi dari majalah Tempo dalam
novel Laskar Pelangi).
“Metafora-metafora yang ditulis Andrea
demikian kuat karena unik dan orisinil”
(Pujian
untuk Laskar Pelangi dari harian Tribun Jabar dalam novel Laskar
Pelangi).
“Andrea
seperti sedang trance, menulis Laskar Pelangi dengan kadar emosi
yang demikian kental bertabur metafora penuh pesona, hanya dalam waktu tiga
pekan.”
(Pujian untuk Laskar Pelangi dari Rita
Archis wartawati majalah Gatra dalam Laskar Pelangi).Profil Penulis:
Dwi Yuniarsih, lahir di kota Padang tanggal 2 Juni. Di masa SMA, dia sudah pernah bekerja sebagai guru TPA disebuah mesjid dalam kurun waktu 3 tahun. Dia mendapatkan pengalaman dan pelajaran yang sangat luar biasa, seperti pelajaran bagaimana menghadapi anak-anak yang memiliki sifat-sifat yang berbeda-beda, dari anak-anak yang sangat pendiam sampai anak-anak yang sangat nakal sekalipun. Sekarang yang akrab dipanggil Yuni ini, sedang menggeluti pendidikan di Universitas Negeri Padang.
0 Komentar:
Posting Komentar