EKSOTISME WARUNG
KOPI DALAM
PADANG BULAN
Oleh Prima
Leoni
PADANG Bulan adalah
novel kedua Andrea Hirata dalam bentuk dwilogi.
Padang Bulan menceritakan perjuangan Ikal merelakan kekasihnya A Ling pergi
darinya dan kisah perjuangan seorang perempuan sulung dalam mengarungi kerasnya
hidup yang membentuk dirinya menjadi pecatur ternama.
Andrea Hirata
berulang kali berkisah tentang suasana warung
kopi yang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Melayu Belitung. Warung
kopi yang diceritakan Andrea tidak hanya sekedar warung kopi biasa, tetapi ada
keunikan-keunikan yang menjadi ciri khas yang eksotis dari karyanya. Warung
kopi adalah salah satu sentralisasi kegiatan orang-orang melayu Belitung selain
pasar. Setiap harinya warung kopi akan ramai ditempati oleh para lelaki Melayu,
layaknya rumah makan yang ramai di Padang pada jam siang.
Andrea berkisah
kopi-kopi yang ada di warung kopi tersebut merupakan jenis kopi yang biasa diminum
oleh masyarakat Indonesia. Namun eksotisnya warung kopi tersebut terletak pada
bagaimana pesanan pelanggang dalam penyajian, cara memegang gelas, topik yang
dibicarakan berbeda antara penikmat kopi satu dengan lainnya. Pengarang ingin
menyampaikan selera menyopi orang Melayu Belitung sangat tinggi. Kebiasaan
orang Melayu mengopi diwarung kopi sama dengan kebiasaan lelaki minang pergi ke
lapau. Selain menikmati secangkir atau beberapa cangkir kopi, mereka juga
berbagi informasi-informasi, bermain catur (terkadang saya juga menemukan
tradisi ini di beberapa Lapau di
Padang), atau membaca koran. Tidak ada satu orang pun yang datang ke warung
kopi hanya untuk meminum kopi, atau hanya sebentar duduk di warung kopi.
Warung kopi
adalah wadah para lelaki Melayu untuk leluasa berinteraksi dengan lainnya
setelah bekerja seharian atau tempat persinggahan sementara untuk beristirahat.
Pada masa dulunya, para lelaki mengopi di rumah masing-masing yang disediakan
sang istri. Tetapi melihat banyaknya manfaat mengopi di warung kopi, para
lelaki Melayu Belitung banyak yang menghabiskan waktu mengopi di warung kopi. Mengopi
di warung kopi bagi orang Melayu Belitung bisa juga bentuk pelarian sementara
dari masalah-masalah yang ada untuk sejenak menikmati hari. Banyak peminum kopi
di warung kopi lama menghabiskan kopinya, sementara mereka tidak ada kesibukan
lainnya.
“Kopi
bagi orang Melayu rupanya tidak
sekedar air gula berwarna hitam, tapi pelarian dan kegembiraan. Segelas kopi
bak dua belas teguk kisah hidup. Bubuk hitam yang larut disiram air mendidih
pelan-pelan menguapkan rahasia nasib Ikal dalam “Cinta di Dalam Gelas”, (hal.
37).
Keunikan
lainnya, warung kopi selalu menyediakan kopi dengan air yang mendidih (tidak
sekedar hangat), ini membuat orang-orang di warung kopi betah berlama-lama
sambil menunggu kopi hangat mampu diminum masing-masing. Dalam novel Padang
Bulan, Andrea menjelaskan topik-topik
apa saja yang dibahas para pengopi di warung kopi Usah Kau Kenang Lagi milik pamannya. Mereka umumnya bercerita
tentang hal apapun yang dilebih-lebihkan, tentang catur, atau cuaca di laut.
“Di
warung-warung kopi itu pria-pria Melayu mengisahkan nasibnya,
membangga-banggakan jabatan terakhirnya sebelum mahkapai timah gulung tikar,
dan mempertaruhkan martabatnya di atas papan catur. Lelaki Melayu dengan kopi,
sisa kebanggaan, dan catur, seperti lelaki Melayu dengan pantunnya, seperti
lelaki suku bersarung dengan sarungnya, seperti lelaki Khek dengan sempoanya.”
(hal. 27).
Andrea tidak
hanya menceritakan kebudayaan mengopi orang Melayu
Belitung begitu saja, terkadang dia menambahkan elemen-elemen cerita yang
membuat suasana warung kopi terkadang konyol. Ternyata hasil dari modifikasi
yang canggih itu sangat mengejutkan, yaitu kutemukan kesimpulan yang sangat
ilmiah bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh adalah mereka yang
baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut menyentuhnya uang di sakunya
tinggal seribu lima ratus perak. Mereka
yang tidak menyentuh gelas kopi,
tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung pemain organ tunggal. Mereka yang
minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya sakit gila nomor 27.
Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya kuda lumping.
Mereka yang mau
ke warung kopi, tapi gengsi bupati. Mereka yang memandangi orang minum kopi ajudan
bupati. Mereka yang membuka warung kopi, tapi tidak laku mantan Bupati. Mereka
yang tidak membelikan polisi kopi bukan kawan polisi. Tentara yang datang ke
warung kopi dapat izin menginap dari komandan. Mereka yang senang kopi dingin
tidak punya bulu hidung. Mereka yang minum kopi dengan sedotan bukan pacar
biduan. Mereka yang menjual kopi dengan harga lebih dari sepuluh ribu rupiah pemuja
setan. Anak yang disuruh membeli kopi, tapi pulang membawa terasi waktu kecil
pernah kena sawan.
Mereka yang mencuri
gelas milik warung kopi pernah bersalaman dengan presiden. Mereka yang
mengembalikan lagi gelas yang dicuri itu ke warung kopi bodoh sekali. Mereka
yang minum kopi merek ayam beranak tidak ada karena tidak ada kopi merek Ayam beranak. Mereka yang minum
lima gelas kopi peragu. Mereka yang minum tujuh gelas kopi pemalu. Mereka yang
pura-pura suka kopi penerbit buku. Mereka yang minum kopi, tapi tidak habis penerjemah
novel ke dalam bahasa Inggris.
Lelaki (30)
bujangan, yang minum kopi sambil senyum simpul bujang lapuk karena sengaja.
Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi dengan waswas bujang lapuk karena tak
laku-laku. Mereka yang minum kopi uangnya dapat berubah menjadi daun hantu.
Mereka yang minum kopi sambil marah-marah rokoknya terbalik. Mereka yang minum
kopi sambil menyingsingkan lengan baju baru membeli arloji. Mereka yang minum
kopi sebelum main pingpong kembung. Mereka yang minum kopi setelah main pingpong
kalah. Mereka yang minum kopi sambil waspada memelihara istri muda. Mereka yang
minum kopi sambil gembira dipelihara istri muda. Mereka yang minum kopi habis
sekali teguk memelihara Tuyul.
“Perempuan
yang minum kopi bersama perempuan banyak utang. Perempuan yang minum kopi
bersama orang-orang dari partai bergambar benda-benda langit bayar
sendiri-sendiri. Mereka yang bisa minum kopi sambil menulis juling. Mereka yang
minum kopi tengah malam Jumat Kliwon sudah bisa membaca sejak berumur 11 bulan.
Mereka yang suka ngebut naik motor di
depan warung kopi tidak bisa bahasa Mandarin. Mereka yang minum kopi waktu
Maghrib PSSI vs Argentina, PSSI 5, Argentina 0. Mereka yang mandi pagi tidak
pakai sabun tidak hafal Pancasila.” (hal. 113).
Kebiasaan orang
melayu Belitung meminum kopi tidak hanya disiang hari, tetapi setiap hari.
Bahkan sampai malam menjelang. Warung
kopi tidak hanya menyuguhkan kopi saja, pada hari-hari besar, warung-warung kopi
ternama di daerahnya mengadakan pertandingan catur, yang merupakan salah satu
identitas orang Melayu.
Melalui budaya minum kopi di dalam Padang Bulan, ternyata tersirat
keunikan-keunikan kebudayaan Indonesia nyaris
tidak diperhatikan oleh orang-orang. Padang Bulan berani mengangkatnya sebagai
sesuatu yang sangat menarik.
Profil Penulis:
Prima Leoni, lahir di Padang, 24 Juli 1990. Mahasiswi ini
mempunyai hobi memelihara kelinci, bermain game, menggambar, dan membuat
kerajinan tangan. Tinggal di JLN. Alai Timur No. 1A Padang. Prima juga menyukai
animasi, dalam studinya kedepan, jurusan computering and game development
menjadi target berikutnya.
Studi
yang telah diselesaikannya, SD N 03 Padang, SMPN 12 Padang, SMAN 3 Padang, dan
sekarang sedang menjalani studi perguruan tinggi di Universitas Negeri Padang.
Antologi ini disusun berdasarkan minatnya terhadap karya-karya Andra Hirata
yang penuh warna. Untuk mengontak Prima Leoni bisa hubungi 081947791489 atau email:
iluzer_black0_0@yahoo.com.
0 Komentar:
Posting Komentar