Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 6 (Kritik Sastra)



EKSOTISME  WARUNG KOPI DALAM PADANG BULAN
Oleh Prima Leoni

PADANG Bulan adalah novel kedua Andrea Hirata dalam bentuk dwilogi. Padang Bulan menceritakan perjuangan Ikal merelakan kekasihnya A Ling pergi darinya dan kisah perjuangan seorang perempuan sulung dalam mengarungi kerasnya hidup yang membentuk dirinya menjadi pecatur ternama.
Andrea Hirata berulang kali berkisah tentang suasana warung kopi yang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Melayu Belitung. Warung kopi yang diceritakan Andrea tidak hanya sekedar warung kopi biasa, tetapi ada keunikan-keunikan yang menjadi ciri khas yang eksotis dari karyanya. Warung kopi adalah salah satu sentralisasi kegiatan orang-orang melayu Belitung selain pasar. Setiap harinya warung kopi akan ramai ditempati oleh para lelaki Melayu, layaknya rumah makan yang ramai di Padang pada jam siang.

Andrea berkisah kopi-kopi yang ada di warung kopi tersebut merupakan jenis kopi yang biasa diminum oleh masyarakat Indonesia. Namun eksotisnya warung kopi tersebut terletak pada bagaimana pesanan pelanggang dalam penyajian, cara memegang gelas, topik yang dibicarakan berbeda antara penikmat kopi satu dengan lainnya. Pengarang ingin menyampaikan selera menyopi orang Melayu Belitung sangat tinggi. Kebiasaan orang Melayu mengopi diwarung kopi sama dengan kebiasaan lelaki minang pergi ke lapau. Selain menikmati secangkir atau beberapa cangkir kopi, mereka juga berbagi informasi-informasi, bermain catur (terkadang saya juga menemukan tradisi ini di beberapa Lapau di Padang), atau membaca koran. Tidak ada satu orang pun yang datang ke warung kopi hanya untuk meminum kopi, atau hanya sebentar duduk di warung kopi.
Warung kopi adalah wadah para lelaki Melayu untuk leluasa berinteraksi dengan lainnya setelah bekerja seharian atau tempat persinggahan sementara untuk beristirahat. Pada masa dulunya, para lelaki mengopi di rumah masing-masing yang disediakan sang istri. Tetapi melihat banyaknya manfaat mengopi di warung kopi, para lelaki Melayu Belitung banyak yang menghabiskan waktu mengopi di warung kopi. Mengopi di warung kopi bagi orang Melayu Belitung bisa juga bentuk pelarian sementara dari masalah-masalah yang ada untuk sejenak menikmati hari. Banyak peminum kopi di warung kopi lama menghabiskan kopinya, sementara mereka tidak ada kesibukan lainnya.
“Kopi bagi orang Melayu rupanya tidak sekedar air gula berwarna hitam, tapi pelarian dan kegembiraan. Segelas kopi bak dua belas teguk kisah hidup. Bubuk hitam yang larut disiram air mendidih pelan-pelan menguapkan rahasia nasib Ikal dalam “Cinta di Dalam Gelas”, (hal. 37).
Keunikan lainnya, warung kopi selalu menyediakan kopi dengan air yang mendidih (tidak sekedar hangat), ini membuat orang-orang di warung kopi betah berlama-lama sambil menunggu kopi hangat mampu diminum masing-masing. Dalam novel Padang Bulan, Andrea menjelaskan topik-topik  apa saja yang dibahas para pengopi di warung kopi Usah Kau Kenang Lagi milik pamannya. Mereka umumnya bercerita tentang hal apapun yang dilebih-lebihkan, tentang catur, atau cuaca di laut.
“Di warung-warung kopi itu pria-pria Melayu mengisahkan nasibnya, membangga-banggakan jabatan terakhirnya sebelum mahkapai timah gulung tikar, dan mempertaruhkan martabatnya di atas papan catur. Lelaki Melayu dengan kopi, sisa kebanggaan, dan catur, seperti lelaki Melayu dengan pantunnya, seperti lelaki suku bersarung dengan sarungnya, seperti lelaki Khek dengan sempoanya.” (hal. 27).
Andrea tidak hanya menceritakan kebudayaan mengopi orang Melayu Belitung begitu saja, terkadang dia menambahkan elemen-elemen cerita yang membuat suasana warung kopi terkadang konyol. Ternyata hasil dari modifikasi yang canggih itu sangat mengejutkan, yaitu kutemukan kesimpulan yang sangat ilmiah bahwa mereka yang memesan kopi sekaligus memesan teh adalah mereka yang baru gajian. Mereka yang memesan kopi, tapi takut menyentuhnya uang di sakunya tinggal seribu lima ratus perak. Mereka yang tidak menyentuh gelas kopi, tapi menyentuh tangan gadis pelayan warung pemain organ tunggal. Mereka yang minum dari gelas kosong, seolah-olah ada kopi di dalamnya sakit gila nomor 27. Mereka yang tidak minum kopi, tapi makan gelasnya kuda lumping.
Mereka yang mau ke warung kopi, tapi gengsi bupati. Mereka yang memandangi orang minum kopi ajudan bupati. Mereka yang membuka warung kopi, tapi tidak laku mantan Bupati. Mereka yang tidak membelikan polisi kopi bukan kawan polisi. Tentara yang datang ke warung kopi dapat izin menginap dari komandan. Mereka yang senang kopi dingin tidak punya bulu hidung. Mereka yang minum kopi dengan sedotan bukan pacar biduan. Mereka yang menjual kopi dengan harga lebih dari sepuluh ribu rupiah pemuja setan. Anak yang disuruh membeli kopi, tapi pulang membawa terasi waktu kecil pernah kena sawan.
Mereka yang mencuri gelas milik warung kopi pernah bersalaman dengan presiden. Mereka yang mengembalikan lagi gelas yang dicuri itu ke warung kopi bodoh sekali. Mereka yang minum kopi merek ayam beranak tidak ada karena tidak ada kopi merek Ayam beranak. Mereka yang minum lima gelas kopi peragu. Mereka yang minum tujuh gelas kopi pemalu. Mereka yang pura-pura suka kopi penerbit buku. Mereka yang minum kopi, tapi tidak habis penerjemah novel ke dalam bahasa Inggris.
Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi sambil senyum simpul bujang lapuk karena sengaja. Lelaki (30) bujangan, yang minum kopi dengan waswas bujang lapuk karena tak laku-laku. Mereka yang minum kopi uangnya dapat berubah menjadi daun hantu. Mereka yang minum kopi sambil marah-marah rokoknya terbalik. Mereka yang minum kopi sambil menyingsingkan lengan baju baru membeli arloji. Mereka yang minum kopi sebelum main pingpong kembung. Mereka yang minum kopi setelah main pingpong kalah. Mereka yang minum kopi sambil waspada memelihara istri muda. Mereka yang minum kopi sambil gembira dipelihara istri muda. Mereka yang minum kopi habis sekali teguk memelihara Tuyul.
“Perempuan yang minum kopi bersama perempuan banyak utang. Perempuan yang minum kopi bersama orang-orang dari partai bergambar benda-benda langit bayar sendiri-sendiri. Mereka yang bisa minum kopi sambil menulis juling. Mereka yang minum kopi tengah malam Jumat Kliwon sudah bisa membaca sejak berumur 11 bulan. Mereka yang suka ngebut naik motor di depan warung kopi tidak bisa bahasa Mandarin. Mereka yang minum kopi waktu Maghrib PSSI vs Argentina, PSSI 5, Argentina 0. Mereka yang mandi pagi tidak pakai sabun tidak hafal Pancasila.” (hal. 113).
Kebiasaan orang melayu Belitung meminum kopi tidak hanya disiang hari, tetapi setiap hari. Bahkan sampai malam  menjelang. Warung kopi tidak hanya menyuguhkan kopi saja, pada hari-hari besar, warung-warung kopi ternama di daerahnya mengadakan pertandingan catur, yang merupakan salah satu identitas orang Melayu. Melalui budaya minum kopi di dalam Padang Bulan, ternyata tersirat keunikan-keunikan kebudayaan Indonesia nyaris tidak diperhatikan oleh orang-orang. Padang Bulan berani mengangkatnya sebagai sesuatu yang sangat menarik.

Profil Penulis:
Prima Leoni, lahir di Padang, 24 Juli 1990. Mahasiswi ini mempunyai hobi memelihara kelinci, bermain game, menggambar, dan membuat kerajinan tangan. Tinggal di JLN. Alai Timur No. 1A Padang. Prima juga menyukai animasi, dalam studinya kedepan, jurusan computering and game development menjadi target berikutnya.
Studi yang telah diselesaikannya, SD N 03 Padang, SMPN 12 Padang, SMAN 3 Padang, dan sekarang sedang menjalani studi perguruan tinggi di Universitas Negeri Padang. Antologi ini disusun berdasarkan minatnya terhadap karya-karya Andra Hirata yang penuh warna. Untuk mengontak Prima Leoni bisa hubungi 081947791489 atau email: iluzer_black0_0@yahoo.com.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog