Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 25 (Kritik Sastra)



MITOS DAN REALITA DALAM BILANGAN FU
Oleh Nardia Susanti

SEBAGAI novel yang padat dan berat, novel Ayu Utami ini memerlukan sedikit pemikiran untuk mencernanya. Namun dengan gaya penulisan bahasa dan sastra yang mengunakan kalimat-kalimat pendek, Ayu tidak kehilangan kelincahannya. Sehinga memudahkan pembaca untuk memahami maksud Ayu dalam novel ini.
Bilangan Fu dan Hu adalah bukti sikap kritis Ayu Utami dalam hal mitos dan tahayul yang sudah begitu mengakar dalam masyarakat disekitar hutan kawasan perbukitan Gamping Sewugunung, terpelihara oleh kepercayaan lokal atau tahayul, kepercayaan akan roh-roh, mambang, demid, siluman mencegah manusia melakukan perusakan pada alam, tapi Ayu Utami menyodorkan pemanjat bersih dan pemanjat suci seperti yang diinginkan oleh Parang Jati yang dianut Yuda.

Banyak sekali mitos yang terjadi dalam Bilangan Fu, ketika Yuda diwahyukan bilangan oleh penungu Watugunung, dalam mimpinya yang beraroma seksual membuat Yuda ketindihan dan mimpi basah, yang disebutnya dengan Sebul. Dalam gambarannya Sebul adalah makhluk berkaki Serigala, memiliki payudara, berkelamin ganda dan membisikan Bilangan Fu, bilangan yang seperti obat nyamuk bakar dan keluar bagai labirin yang juga disebut Hu oleh temannya Parang Jati
Dalam mengungkapkan mitos dan realita, Ayu juga menghadirkan perdebatan antara Yuda dan Parang Jati serta penduduk setempat dan juga saudara tirinya Parang Jati yaitu Kupu-kupu yang berganti nama menjadi Farisi. Dalam menyampaikan pendapatnya tentang berbagai adat istiadat yang berhubungan dengan spritual Jawa, seperti kepercayaan tentang Nyai Rara Kidul, persambahan atau sesajen, upacara Bekakak dan adanya mayat yang hilang dari kuburannya sehinga membuat Yuda melihat Tuyul dan ternyata Parang Jati terhubung dengan sirkus orang aneh yang disebut Saduki Klan dimana ia berteman dengan berbagai makhluk aneh seperti manusia Gelembung, manusia Gajah, manusia Badak, Macan jadian, manusia Kadal, manusia Genduruwo, Tuyul dan manusia Pohon.
Dalam Bilangan Fu, mitos dan tahayul bagaikan hal yang sudah diyakini oleh masyarakat Sewugunung, karena ketika Yuda dan Parang Jati bertemu dengan seorang dukun yang baru selesai mengadakan sesajen atau persembahan pada sebatang pohon besar, dan beberapa menit berikutnya mereka mendengar bahwa salah satu dari temannya dan dukun tersebut digigit oleh anjing gila. Karena kepercayaan warga setempat sangat kuat pada tahayul, maka dukun tersebut tidak mau dibawa kerumah sakit untuk berobat malah ia memilih untuk mengisap darah yang berada pada bekas gigitan anjing gila tersebut dengan berbagai doa dan mantera yang diyakininya. Tapi doa dan mantera itu tidak seperti yang diharapkannya karena tidak bisa menyembuhkannya dari gigitan anjing gila tersebut, beberapa hari kemudian dukun tersebut meningal.   
Ketika warga desa ingin menyembahyangkan dukun tersebut  sebelum dikubur. Tapi Kupu-kupu mengutip, “janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan orang-orang musyrik.”
“Ya, ya. Bapak ini juga sudah tahu ayat itu,”kata penghulu Semar” tapi hal demikian itu menjadi pengetahuan Gusti Allah semata. Lagi pula kita ini warga desa, seluruh warga desa ikhlas dalam menyembahyangkan almarhum, nak.”
“Ustadz jangan menyebut dia almarhum. Almarhum hanya untuk orang muslim. Dia telah musyrik.”
Suasana sangat tegang karena Kupu-kupu tidak mau membiarkan orang-orang menyembahyangkan mayat tersebut. Diantara pelayat aku melihat dua tiga orang yang mulai setuju pada perkataan Kupu-kupu, meskipun mereka tidak mau berbicara dengan keras, tanpa pendukung pun, kekerasan hati Kupu-kupu untuk menghalangi pemakaman cukup membuat keadaan semakin genting. (hal 97).
Karena tindakan itulah, maka mayat tersebut dikuburkan ditempat terpencil bukan dipemakaman umum, dan beberapa hari berikutnya ketika istri almarhum pergi ke kuburan  suaminya dan ia menjerit karena mayat tersebut telah hilang dan keluar dari kuburnya, tapi tidak ada satupun orang yang tahu kemana larinya atau hilangnya mayat tersebut. Dilihat dari kehidupan nyata, tidak mungkin ada mayat yang bisa keluar dari kuburnya, tapi inilah yang terjadi di daerah tersebut. Karena peristiwa itu Yuda yang biasanya tidak percaya pada tahayul atau mitos kini sudah mempercayainya, terlebih karena ia sebelumnya melihat Tuyul didekat kuburan dukun tersebut. Pernyataan Yuda tersebut dibenarkan oleh temannya Parang Jati kalau di daerah Watugunung tidak hanya satu atau dua Tuyul, tapi banyak sekali Tuyul dan makhluk jenis lainnya yang menjadi penunggu Watugunung.
            Dari uraian di atas dapat kita lihat bahwa Bilangan Fu, adalah novel yang banyak berbicra tentang mitos, tahayul dan spritualitas dalam raelita masyarakat. Tidak hanya sebatas tahayul dan spritualitas tapi juga menyingung masalah moralitas dan nilai-nilai masyarakat dan juga kepercayaan untuk melestarian alam atau menjaga kelestarian alam sekitarnya. 


Profil Penulis:
Nardia Susanti lahir di Padang Panjang pada tangal 20 Juli 1989. Anak pertama dari tiga bersaudara, yang menjadi harapan bagi keluarganya dan menjadi panutan bagi adik-adiknya. Ia mengawali pendidikan formalnya di SDN 12 Sikaladi, Kecamatan Pariangan, Kabupaten Tanah Datar, lulus tahun 2002.
Lalu melanjutkan di MTsN subang anak, Batipuh Padang Panjang, selama tiga tahun dan lulus pada tahun 2005. Kemudian melanjutkan SMA di SMA Muhammadiyah Padang Panjang, lulus tahun 2008. Sekarang pendidikan terakhir masih melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri Padang.
Tinggal berjauhan dengan orang tua yang berasal dari Batusangkar ini memang agak sulit baginya untuk hidup mandiri, tapi dengan sifat yang mudah terbuka dan bergaul membuatnya mudah untuk beradaptasi dilingkungan barunya ketika memuai kuliah. 

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog