ATHEISME DALAM
SASTRA
Oleh Vivi Yunita
SASTRA istilah yang sudah tidak asing
lagi di telinga kita. Sesuatu yang dahulu kita anggap sebagai sesuatu yang
hanya berhubungan dengan puisi dan prosa ternyata tidak sesederhana itu. Kita
harus banyak menggali dan mempelajari lebih banyak lagi segala sesuatu yang
berhubungan dengan sastra tersebut. Sastra dapat diibaratkan dengan samudra
yang sangat luas, yang memerlukan waktu yang sangat lama untuk dapat mengukur
kedalamannya dan memanfaatkan kekayaannya.
Sastra sebenarnya tidak dapat
didefinisikan secara objektif. Hal ini mengembalikan definisi sastra kepada
cara bagaimana seseorang memilih untuk membaca, bukan kepada sifat-sifat karya
tertulis tersebut. Apakah benar bahwa sebagian besar karya-karya yang dikaji
sebagai sastra di pusat-pusat kajian akademik diciptakan untuk dibaca sebagai
sastra? Banyak yang sebenarnya tidak dibuat demikian. Sebuah karya mungkin
bermula sebagai sejarah atau falsafah dan setelah itu digolongkan sebagai
sastra. Atau, karya itu mungkin bermula sebagai sastra kemudian berfungsi lain karena disanjung nilai psikologisnya.
Yang penting adalah bukan asal-usulnya, tetapi bagaimana karya itu diperlukan
manusia. Jika mereka memutuskan itu sastra, jadilah karya itu sebagai sebuah
karya sastra.
Dalam ilmu sastra terdapat berbagai
cabang ilmu, salah satunya adalah Kritik Sastra. pengertian kritik sastra
adalah sebagai hasil usaha pembaca dalam mencari dan menentukan nilai hakiki
karya sastra lewat pemahaman dan penafsiran sistematik, yang dinyatakan dalam
bentuk tertulis. Dijelaskannya lebih lanjut bahwa kata pembaca dalam
definisi singkat itu digunakan dengan sengaja untuk menunjukkan bahwa kritik
sastra bukanlah hasil kerja yang luar biasa dan dengan sendirinya melekat dalam
pengalaman sastra. Seorang pembaca sastra dapat membuat kritik sastra yang
baik, apabila betul-betul berminat kepada sastra, terlatih kepekaan citanya,
dan mendalami serta menilai tinggi pengalaman manusiawi dalam menunjukkan
kerelaan jiwa untuk menyelami dunia karya sastra.
Kritik sastra pernah dikotak-kotakan dengan berbagai cara
menurut sifat, tujuan, sejarah, atau lingkungan sosial geografis tertentu. Hal
tersebut memperhatikan bagaimana para kritikus dan para ilmuan sastra mencoba
mendekati sastra melalui berbagai jalan dan ikhtiar. Namun, tidaklah semua
pendekatan itu bersifat mutlak dan berdiri sendiri, yang salah satu dengan yang
lainnya saling berhubungan.
Roman sebagai salah
satu hasil dari karya sastra memang sangat menarik untuk diteliti dan diketahui
lebih dalam lagi mengenai karya tersebut. Roman berasal dari kata “roman” yang
artinya adalah cerita dalam bahasa Romawi. Roman dalam kaitannya dengan sastra
berarti cerita yang ditulis dalam bentuk prosa, menceritakan tentang kehidupan
manusia secara lahir maupun bathin. Roman memiliki keunikan tersendiri dengan karya
sastra yang lain. Namun, dewasa ini roman dan novel sering tidak dihiraukan
perbedaannya. Bahkan pembaca sering tidak menghiraukan perbedaan yang ada
antara roman dan novel yang ada. Mereka lebih tertarik terhadap isi dari buku
yang dibacanya. Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya kemajuan dan
kreatifitas sastrawan dalam menghasilkan karya-karyanya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada nilai-nilai regilius yang terkandung dalam Roman Atheis karya Achdiat
K. Mihardja.
Dalam roman ini pengarang mencoba mengaitkan dan menghubungkan karya sastranya
dengan nilai-nilai religious atau nilai agama yang dituangkan dalam karyanya.
Maksud seorang pengarang menuangkan nilai-nilai regilius sangat sesuai dengan
realita kehidupan baik pengarang sendiri atau pun lingkungan pengarang. Salah
satu nilai regilius yang dibahas dalam karya sastra adalah tentang Atheisme, karena
pengarang melihat banyak manusia yang tidak mengakui adanya tuhan lagi, manusia
hanya berbuat dan merasa dirinya adalah segalanya dan tidak ada yang lebih dari
dirinya.
Sebelum Hasan pindah ke Bandung, untuk
meneruskan sekolahnya, di Mulo dia adalah seorang pemuda yang sangat taat
terhadap agama. Hal ini memang sesuai dengan keadaan di daerahnya yaitu daerah
Penyeredan, dimana kehidupan agama Islam begitu kental. Kedua orang tuanya merupakan pemeluk
agama Islam ortodok dan ikut dalam suatu kelompok tarekat agama tertentu.
Selama di Mulo, Hasan berpacaran dengan seorang gadis yang
bernama Rukmini, yaitu teman sekolahnya di Mulo. Namun cinta mereka harus
kandas ditengah jalan, sebab Rukmini kemudian harus menerima lamaran seorang
saudagar kaya dari Jakarta karena hal tersebut merupakan permintaan dari kedua
orang tuanya. Akibat kegagalan cintanya dengan Rukmini itu Hasan menjadi sangat
prustasi. Untuk melupakan Rukmini, Hasan masuk kesuatu aliran terekat agama
yang juga dianut oleh kedua orang tuanya.
Kehidupan agama Hasan yang kuat, dan ketekunannya dalam
beribadah mulai terusik dan goyah ketika teman masa kecilnya Rusli yang pada
waktu itu memperkenalkan seorang janda yang bernama Kartini. Kartini adalah
potret seorang perempuan yang hidup dalam lingkungan modern. Pada akhirnya
Hasan jatuh cinta dengan janda itu karena wajahnya yang mirip dengan mantan
kekasihnya Rukmini.
Pada awalnya, karena Hasan adalah seorang yang taat
beragama, dia tergugah dan hendak menyelamatkan Rusli dan Kartini yang tidak
beragama itu. Rusli dan Kartini telah beberapa kali dinasehatinya dan diberi
khotbah agama supaya sadar dan mau kejalan yang benar. Namun karena Rusli itu
termasuk orang yang pintar berbicara dan memiliki pengetahuan yang luas, Hasan
lama-kelamaan malah berbalik. Malah dia yang mulai terpengaruh pada
pikiran-pikiran Rusli maupun Kartini. Keimanan Hasan makin lama makin lemah akibat kedekatannya
dengan kedua orang itu. Semakin lama semakin lemah sinar keimanan Hasan, yaitu
ketika Rusli memperkenalkannya dengan seorang pemuda yang berpikiran anarkis
yang bernama Anwar. Karena imannya yang sudah sangt lemah, serta
pikiran-pikiran Anwar dan teman-temannya yang anarkis sudah mempengaruhi dan
merasuk dalam tubuh Hasan, Hasan pada tahap selanjutnya sudah mulai dan berani
melawan ayahnya.
Kedekatannya dengan janda Kartini yang bebas itu, kemudian
membawanya pada pernikahan yang dilakukan secara bebas pula. Namun kehidupan
keluarga Hasan dan Kartini tidak berjalan dengan bahagaia dan tidak berlangsung
lama, sebab Hasan maupun Kartini sama-sama manusia modern dan selalu ingin
berbuat atau berkehendak bebas. Kartini yang bebas selalu bergaul dengan bebas
pada siapa saja, termasuk pada Anwar. Bahkan menurut pandangan Hasan, antara
Kartini dengan Anwar sudah terjadi sebuah perselingkuhan.
Akibat prahara dan keruwetan rumah tangganya itu, malah
berdampak baik pada Hasan. Kesadarnnya akan dosa, baik terhadap Tuhan maupun
kedua orang tuanya mulai bangkit lagi. Akhirnya Hasan memutuskan untuk
meninggalkan teman-temannya yang sesat itu dan menceraikan Kartini untuk
kembali kejalan Tuhan yaitu jalan kebenaran. Setelah bercerai dengan Kartini,
Hasan kembali ke kampungnya, dimana dia ingin memohon ampun atas segala dosa
dan kesalahan yang telah diperbuatnya kepada kedua orang tuanya. Namun sayang
ayahnya menolak permintaan maaf anaknya itu, sampai akhirnya dia meninggal
dunia.
Hati Hasan begitu hancur mendapat kenyataan itu. Dia sedih
karena disaat-saat ayahnya sudah hampir menghembuskan nafas terakhir, tetapi
belum mendapat maaf dari ayahnya. Di atas segala keputusasaannya itu, Hasan
mencari sumber utama mengapa dia sampai menjadi orang yang begitu jahat yang
sangat bertolak belakang dengan kehidupannya yang dahulu. Setelah
dipikir-pikir, ternyata menurut pikiran Hasan bahwa penyebab semua itu adalah
Anwar. Dengan nafsu ingin membunuh dan dendam yang sangat membara, Hasan ingin
mencari Anwar dan membalas dendam. Karena matanya yang sudah dibutakan oleh
dendam, Hasan tidak menghiraukan keadaan sekelilingnya. Padahal pada waktu itu
keadaan sangat berbahaya. Bunyi sirine meraung-raung dimana-mana, dia tidak
peduli. Dia terus mencari Anwar. Namun naasnya, sebelum bertemu dengan Anwar,
Hasan tiba-tiba merasakan ada sesuatu yang menembus tubuhnya. Hasan terkapar
ditengah jalan, di atas aspal berlumuran darah. Sebelum meninggal Hasan sempat
mengucapkan Allahu Akbar, sebagai tobat dan penyesalan atas segala dosa yang
telah diperbuatnya.
Dalam roman “Atheis” karangan Achdiat K. Mihardja yang
dijadikan sebagai tema adalah tentang kehidupan sosial masyarakat. Dalam roman
“Atheis” ini, hal yang paling mendasar yang dijadikan sebagai tema adalah
cerita tentang bagaimana kehidupan agama seseorang yang pengangkapan agamanya
selalu setengah-setengah, baik karena pendidikan agamanya yang lemah maupun
pengaruh kehidupan modern yang menjadi lingkungan sebuah kota besar. Tema dalam
roman ini sungguh sangat memikat dan pantas kalau roman ini menjadi salah satu
bacaan wajib bagi pelajar dan mahasiswa.
Dalam roman “Atheis” yang merupakan tema minor adalah
masalah etika dan agama. Dalam roman ini kita menemukan adanya pertentangan
etika dan masalah agama antar tokoh-tokohnya. Disatu sisi Hasan yang memiliki
etika yang baik harus bergaul dengan Kartini dan Anwar yang memiliki etika yang
kurang baik. Dalam roman ini kita mengetahui bagaimana keteguhan hati dan etika
Anwar bisa berubah karena pengaruh dari tokoh Kartini dan Anwar. Walau pada
akhrinya Hasan mulai sadar akan kekeliruannya, tapi semua itu sudah terlambat.
Hasan sudah terlanjur menyakiti hati kedua orangtuamya, dan samapi akhir
hayatnya Hasan tidak memperoleh maaf dari ayahnya. Agama juga merupakan hal
yang sangat penting dan dijadikan tema minor dalam roman ini. Agama sebagai
suatu kepercayaan dan tatanan kehidupan harus berubah dari norma-norma yang
sudah digariskan. Kita menemukan bagaimana keragu-raguan Hasan menghadapi
pengaruh globalisasi dan pengaruh dari lingkungan sekitarnya. Roman ini
menggambarkan kekuatan iman Hasan harus goyah karena pengaruh dari
teman-temanya, yaitu Anwar dan Kartini.
Dari segi bahasa roman ini masih banyak terdapat salah dan
memkai beberapa bahasa istilah bahasa Jawa. Bahasa Indonesia dalam roman ini
masih kurang jelas dan tepat serta penyampaian bahasanya agak terkesan vulgar
dan hanya bisa di baca oleh kalangan yang cukup umur dari segi bahasanya dapat
membawa pengaruh buruk terhadap pembaca dan penyampain pesan dari bahasa roman
ini agak sulit dimengerti karena cerita roman ini berbelit-belit dan unsur
religious yang dihadirkan tidak sesuai dengan bahasanya. Roman ini banyak
menggunakan gaya bahasa perbandingan. Hal ini terlihat dari beberapa kalimat
yang digunakan yaitu membandingkan sesuatu dengan orang. Misalnya saja kita
temui pada kalimat Banyak lagi kalimat yang menggunakan majas perbandingan.
Sehingga roman ini sangat menarik dan indah untuk dibaca.
Pembahasan sastra secara sosiologis dapat mengembangkan
kecenderungan lain secara lebih jauh lagi, yakni kecenderungan untuk
menafsirkan tokoh-tokoh khayalan dengan lingkungannya secara identik dengan
tidak lain dan tidak bukan adalah atau mewakili tokoh-tokoh dalam suatu
kelompok tertentu dan lingkungan kelompok hidup tertentu.
Karya sastra roman memang pada umumnya terasa lebih peka
terhadap masalah-masalah sosial suatu masyarakat pada masa tertentu bila
dibanding dengan jenis sastra yang lain. Sebab, ada keleluasaan untuk
menggunakan bahasa dan kata untuk melukiskan, menguraikan, dan menafsirkan
lewat adegan, situasi dan tokoh-tokoh yang bermacam ragam watak dan latar
belakangnya.
Dalam roman “Atheis” ini masalah yang diangkat adalah
mengenai pergolakan sosial budaya dengan pribadi. Hasan merupakan seorang yang
sangat rajin bersembahyang dan taat terhadap perintah agama dan juga orang tua,
tiba-tiba berubah. Hasan tidak lagi menghiraukan agama karena pengaruh
teman-temannya. Namun, setelah berapa lama, Hasan mulai menyadari
kekeliruannya. Hasan sadar kalau telah banyak melakukan dosa dan kekeliriuan.
Hasan mulai insyaf setelah ayahnya meniggal dunia. Dalam diri Hasan terjadi
pergolakan yang sangat besar. Ada dua hal yang bertentangan merasuk kedalam
diri Hasan. Antara kinginan untuk kembali kejalan yang benar dan keinginan
untuk melanjutkan yang tidak benar. Ternyata pengaruh lingkungan kehidupan
sosial budaya sangat berpengaruh terhadap kehidupan Hasan. Hasan yang semula
begitu taat beragama berubah menjadi orang yang tak acuh.
Roman “Atheis” karya Achdiat K. Mihardja banyak
mengandung pesan-pesan moral dan pendidikan yang setidaknya bisa dijadikan panutan oleh para pembaca
novel tersebut.
Jalan ceritanya
sulit ditebak sehingga pembaca menjadi tertarik untuk membaca novel tersebut
dari bab ke bab. Ini tentunya berkaitan kepada kemampuan pengarang untuk
menciptakan alur yang demikian. Yang jelas, ketika membaca halaman pertama
novel ini, pembaca akan tertarik untuk membuka halaman-halaman selanjutnya.
Dalam novel ini terkadang juga disuguhkan konflik-konflik yang tiba-tiba
teruputus tanpa pemecahan sehingga pembaca menjadi bertanya-tanya mengenai
kelanjutan cerita tersebut. Konflik-konflik yang disuguhkan beraneka ragam. Tidak hanya
konflik ayah dengan anak, konflik pasangn kekasih, konflik dengan teman, dan
lain sebagainya. Bahasa yang digunakan cukup komunikatif dalam artian
tidak terlalu banyak menggunakan kata-kata maupun kalimat-kalimat kiasan
sehingga novel ini dengan mudah bisa dipahami.
Sebuah novel ataupun karya sastra
lainnya pastilah tidak bisa luput dari kesalahan-kesalahan yang bisa menjadi
sebuah kelemahan dalam karya sastra itu sendiri. Dalam roman “Atheis” karya Achdiat
K. Mihardja yang dianalisis penulis terdapat beberapa kelemahan.
Kelemahan-kelemahan tersebut adalah sebagai berikut.
Adanya alur cerita yang tidak
berhubungan dengan alur yang lain atau dapat dikatakan tidak menunjang alur
yang lainnya. Alur ini adalah pada saat Hasan bertemu dengan tokoh Aku. Ini
cukup membingungkan pembaca. Pembaca kurang memahami alur yang sebenarnya. Pada
bagian I, bagian II, dan bagian XIII pembaca akan mengalami sedikit
kebingungan. Ini terjadi karena adanya tokoh aku masuk dalam cerita.Terlalu
banyaknya alur yang akan membingungkan bagi para pembaca yang masih dalam tahap
pemula sehingga bisa saja apa yang ingin disampaikan pengarang kepada
pembacanya tidak tersampaikan sesuai dengan keinginan pengarang. Tidak tepatnya pemakaian kata dan tanda
baca yang bisa membingungkan pembaca. Beberapa istilah yang digunakan juga cukup menyulitkan
pembaca, walaupun telah diberikan penjelasannya pada halaman bawah.
Profil Penulis:
NIM/BP :
04468/2008
Jurusan : Pend. Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah
TTL
: Pesisir Selatan, 16 Juni
1990
Alamat :
Jln Kaswari No 1 Air Tawar Selatan
Kota
Asal : Padang Mandiangin Kec.
Lengayang
Pesisir Selatan
No.
Telepon : 085263361932
0 Komentar:
Posting Komentar