MENYIBAK
MISTERI DALAM CALA IBI
Oleh
Lidya
DUNIA sastra kembali
digemparkan dengan lahirnya sebuah karya sastra yang mampu memberi keutuhan
lingkaran sastra yang mulai memudar saat ini. Novel Cala Ibi sebagai
novel sastra, merupakan terobosan baru yang mutlak harus dicatat dalam
khazanah sastra kita. Novel Cala Ibi karya Nukila Amal ini, menyeruak
dan menggetarkan sastra Indonesia. Cala Ibi telah menumpahkan warna baru
dalam jagad sastra kita dan memiliki peluang besar untuk hadir sebagai karya
sastra besar yang abadi dan universal. Sebuah ukiran kata yang tangkas, indah,
bernas dengan kalimat-kalimat yang menjelma menjadi rangkaian aforisme atau
sebuah pernyataan. Cala Ibi menggambarkan hakikat nama, peristiwa dan
cerita, maya dan nyata, diri dan halusinasi, tapi juga mempermasalahkan hakikat
kata dan bahasa itu sendiri.
Filsafat dan sastra.
Keduanya teraduk dalam novel Cala Ibi. Ada pengalaman yang mementingkan aspek
bawah sadar manusia yang disebut surealisme antara mimpi dan kenyataan yang
keluar masuk. Novel ini mengisahkan tentang tokoh Maya, seorang gadis yang
bertemu dengan dirinya yang lain bernama Maia, pertemuan dengan naga bernama
Cala Ibi, dan sosok bernama Ujung dan Tepi. Melalui tokoh-tokoh inilah banyak
pergumulan antara kejantanan seorang laki-laki dan hal-hal mengenai perempuan,
alur maju mundur antara dunia nyata dan mimpi, rasio dan hati, kata dan rasa,
keteraturan dan ketidakteraturan, dan sebagainya.
Buku ini digambarkan pada
halaman 117 "seandainya ini sebuah buku, mungkin Kiki akan bersetuju,
kalimat-kalimatku hampir selalu diakhiri titik tiga …titik-titik suspensi,
penuh sugesti. Tanpa tepi, tak penuh terisi, cuma menggantung di udara,
ambiguitas yang tidak tuntas. Penghabis kalimat yang belum benar-benar habis…"
Novel ini juga memuat kesan
karnaval, nokturnal, dan verbal. Karnaval menggambarkan suatu keadaan yang
ramai, sementara nokturnal berhubungan dengan malam yang memiliki dua situasi
keadaan. Malam sering diisi dengan kegiatan yang gila-gilaan, dugem (dunia
gembira) misalnya. Tapi di satu sisi juga puitis karena malam mengindikasikan
sesuatu yang biasanya romantis.
Dalam Cala Ibi, Nukila
seperti tak membiarkan pembaca terhanyut. Ini karena seringnya ia mengomentari
dan menegasi kalimat atau cerita sebelumnya. Hanya saja penegasan kalimat yang
dituturkan oleh Nukila mengandung unsur sastra yang sedikit sulit dimengerti.
Hal ini tergambar dalam tuturan yang terdapat pada halaman 15 “sesuatu entah
apa. Tapi ada. Sementara kau seperti tak ada. Ketakberadaan itu mengada dengan
sangat, keberadaannya begitu sarat menyerang hingga adamu seperti tertelan
olehmu.” Misalnya.
Novel Cala Ibi
berkisah tentang satu tokoh dalam dunia yang berbeda. Yaitu Maya dan Maia. Saat
pagi menjelang, maka ia bernama Maya, memulai kesibukan layaknya wanita karier
di Jakarta. Namun, bila malam telah tiba, namanya bukan lagi Maya, melainkan
Maia. Dalam malam-malam itulah Maia dibawa sang naga bernama Cala Ibi menembus
batas ruang dan waktu, mengarungi lautan mimpi yang tak bertepi. Di dalam
mimpinya, ia pernah berada pada suatu tempat entah abad berapa di tanah
leluhurnya, Maluku, Maia melihat nyala paling terang dan yang paling nyalang.
Ada dukun perempuan bernama Bai Guna Tobana yang namanya pernah menjadi sejarah
di pulau itu. Maia juga melihat peristiwa dan hal lain yang pernah menjadi
sejarah di pulau itu. Sejak para penjajah memperebutkan rempah-rempah di sana,
hingga peristiwa masuknya agama Islam ke pulau tersebut. Demikianlah Maia
mengarungi dunianya dengan Cala Ibi. Dengan petualangan yang tak pernah
berakhir, Maia kemudian bertemu dengan sosok-sosok misterius lain seperti Ujung
dan Tepi yang kemudian melahirkan tangisan seorang bayi dari sebuah
persetubuhan yang singkat, dalam kabut pekat.
Sebuah novel sastra yang
mungkin sangat sulit untuk diterima oleh logika. Titisan cerita demi cerita
yang memberikan pesona baru dalam khayalan manusia jika dibandingkan dengan
dunia nyata dan realita. Mengenyampingkan hal ini, Nukila Amal memberikan
bumbu-bumbu diksi yang merangsang pembaca menyalurkan rasa penasaran akhir dari
cerita tanpa kejenuhan.
Profil Penulis:
Dara ini sempat bergabung dalam forum yang
berkecimpung di bidang keagamaan. Namun dia lebih senang menjelajahi berbagai
kegiatan Fakultas yang mengasah kreativitas. Kini dia tinggal di Al Hikmah
jalan Bangau lantai atas.
0 Komentar:
Posting Komentar