Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 12 (Kritik Sastra)



MENYIBAK MISTERI DALAM CALA IBI
Oleh Lidya

DUNIA sastra kembali digemparkan dengan lahirnya sebuah karya sastra yang mampu memberi keutuhan lingkaran sastra yang mulai memudar saat ini. Novel Cala Ibi sebagai novel sastra, merupakan terobosan baru yang mutlak harus dicatat dalam khazanah sastra kita. Novel Cala Ibi karya Nukila Amal ini, menyeruak dan menggetarkan sastra Indonesia. Cala Ibi telah menumpahkan warna baru dalam jagad sastra kita dan memiliki peluang besar untuk hadir sebagai karya sastra besar yang abadi dan universal. Sebuah ukiran kata yang tangkas, indah, bernas dengan kalimat-kalimat yang menjelma menjadi rangkaian aforisme atau sebuah pernyataan. Cala Ibi menggambarkan hakikat nama, peristiwa dan cerita, maya dan nyata, diri dan halusinasi, tapi juga mempermasalahkan hakikat kata dan bahasa itu sendiri.

Filsafat dan sastra. Keduanya teraduk dalam novel Cala Ibi. Ada pengalaman yang mementingkan aspek bawah sadar manusia yang disebut surealisme antara mimpi dan kenyataan yang keluar masuk. Novel ini mengisahkan tentang tokoh Maya, seorang gadis yang bertemu dengan dirinya yang lain bernama Maia, pertemuan dengan naga bernama Cala Ibi, dan sosok bernama Ujung dan Tepi. Melalui tokoh-tokoh inilah banyak pergumulan antara kejantanan seorang laki-laki dan hal-hal mengenai perempuan, alur maju mundur antara dunia nyata dan mimpi, rasio dan hati, kata dan rasa, keteraturan dan ketidakteraturan, dan sebagainya.
Buku ini digambarkan pada halaman 117 "seandainya ini sebuah buku, mungkin Kiki akan bersetuju, kalimat-kalimatku hampir selalu diakhiri titik tiga …titik-titik suspensi, penuh sugesti. Tanpa tepi, tak penuh terisi, cuma menggantung di udara, ambiguitas yang tidak tuntas. Penghabis kalimat yang belum benar-benar habis…"
Novel ini juga memuat kesan karnaval, nokturnal, dan verbal. Karnaval menggambarkan suatu keadaan yang ramai, sementara nokturnal berhubungan dengan malam yang memiliki dua situasi keadaan. Malam sering diisi dengan kegiatan yang gila-gilaan, dugem (dunia gembira) misalnya. Tapi di satu sisi juga puitis karena malam mengindikasikan sesuatu yang biasanya romantis.
Dalam Cala Ibi, Nukila seperti tak membiarkan pembaca terhanyut. Ini karena seringnya ia mengomentari dan menegasi kalimat atau cerita sebelumnya. Hanya saja penegasan kalimat yang dituturkan oleh Nukila mengandung unsur sastra yang sedikit sulit dimengerti. Hal ini tergambar dalam tuturan yang terdapat pada halaman 15 “sesuatu entah apa. Tapi ada. Sementara kau seperti tak ada. Ketakberadaan itu mengada dengan sangat, keberadaannya begitu sarat menyerang hingga adamu seperti tertelan olehmu.” Misalnya.
Novel Cala Ibi berkisah tentang satu tokoh dalam dunia yang berbeda. Yaitu Maya dan Maia. Saat pagi menjelang, maka ia bernama Maya, memulai kesibukan layaknya wanita karier di Jakarta. Namun, bila malam telah tiba, namanya bukan lagi Maya, melainkan Maia. Dalam malam-malam itulah Maia dibawa sang naga bernama Cala Ibi menembus batas ruang dan waktu, mengarungi lautan mimpi yang tak bertepi. Di dalam mimpinya, ia pernah berada pada suatu tempat entah abad berapa di tanah leluhurnya, Maluku, Maia melihat nyala paling terang dan yang paling nyalang. Ada dukun perempuan bernama Bai Guna Tobana yang namanya pernah menjadi sejarah di pulau itu. Maia juga melihat peristiwa dan hal lain yang pernah menjadi sejarah di pulau itu. Sejak para penjajah memperebutkan rempah-rempah di sana, hingga peristiwa masuknya agama Islam ke pulau tersebut. Demikianlah Maia mengarungi dunianya dengan Cala Ibi. Dengan petualangan yang tak pernah berakhir, Maia kemudian bertemu dengan sosok-sosok misterius lain seperti Ujung dan Tepi yang kemudian melahirkan tangisan seorang bayi dari sebuah persetubuhan yang singkat, dalam kabut pekat.
Sebuah novel sastra yang mungkin sangat sulit untuk diterima oleh logika. Titisan cerita demi cerita yang memberikan pesona baru dalam khayalan manusia jika dibandingkan dengan dunia nyata dan realita. Mengenyampingkan hal ini, Nukila Amal memberikan bumbu-bumbu diksi yang merangsang pembaca menyalurkan rasa penasaran akhir dari cerita tanpa kejenuhan.

Profil Penulis:


Lidya, Lahir di Belawan, 08 Januari 1990. Menduduki bangku perkuliahan yang sedang berjalan mencerna mata kuliah semester lima di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang.
Dara ini sempat bergabung dalam forum yang berkecimpung di bidang keagamaan. Namun dia lebih senang menjelajahi berbagai kegiatan Fakultas yang mengasah kreativitas. Kini dia tinggal di Al Hikmah jalan  Bangau lantai atas.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog