Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 21 (Kritik Sastra)



INDAHNYA GARAPAN CHAIRIL ANWAR
Oleh Ovan Pratama

PUISI Chairil Anwar selalu menggunakan metafora. Metafor bukanlah sekedar bentuk langsung semantic tertentu diantara bentuk lainnya, melainkan cara dasar kita bergaul dengan realitas. Dan metaforisitas ini berakar khususnya pada ketiadaan hubungan langsung yang murni dan pasti antara manusia dan alam maupun antara manusia dan dirinya sendiri. Dengan kata lain, akar dari metaforisitas ini adalah kenyataan bahwa manusia merupakan mahkluk yang serba tidak lengkap dan bahwa rasionalitas manusia itu, kendati canggih, tidak pernah bisa dianggap sebagai cermin murni kenyataan, dan karena itu ia bukanlah sarana yang serba mampu dan memadai.
Penekanan pada peran sentral metaphor dalam proses penyusunan pengetahuan, tentu membawa penekanan pada pentingnya retorika sebagai seni mengolah bahasa, memperkaya wadah pengetahuan, dan mengeplorasi beragam cakrawala pengetahuan baru. Bila filsafat konfensional menganggap bahasa metaforis dan retorika lebih rendah ketimbang bahasa denotatif dan penalaran positivis yang logis ketat, justru secara radikal mengusulkan metafora dan retorika sebagai gelanggang utama tempat filsafat dapat mereposisi diri dan menata ulang wacananya.

Pada gilirannya, Chairil Anwar menggunakan imajinasinya. Berkat imajinasinya yang bermetaforalah fakta-fakta bisa dikategorisasi, ide-ide dan teori dirajut secara baru untuk melahirkan teori yang baru lagi, teori dan pengalaman dikaitkan sedemikian sehingga kita mendapatkan yang bisa kita sebut “pengetahuan” baru. Karena itu menjadi jelas bahwa imajinasi itu bersifat sentral. Imajinasi adalah kemampuan primer, bukan skunder, untuk memahami “realitas”. Imajinasilah yang bertanggung jawab atas tekstur pengalaman aktual kita dan yang menyebabkan hidup kita menjadi sebuah teks pula. Maka dalam imajinasi yang bermetaforlah sebenarnya wacana filosofis dan metaphor (sebagai bentuk semantik khas) bertemu. Apabila menekankan betapa pentingnya peran metaphor, sebagai inti dari daya transformative bahasa yang melalui imajinasi, dalam kompleksitas pemikiran filosofis, imaji dan imajinasi secara salah kaprah dianggap sebagai jenis lamunan yang tidak akan membawa manusia kepada kedalaman pengetahuan.Tedjoworo justru memperlihatkan betapa imajinasilah yang menjadi awal terbukanya cakrawala pengetahuan yang tidak terhingga kita petik uraiannya.
Imajinasi menjadi dasar dan awal segala kemungkinan metoforis linguistik manusia, karena anggapan epistemologis dalam filsafat bahasa bahwa bahasa itu semacam lekus veritalis (tempat kebenaran) menjadi sulit untuk dipertahankan lagi. Kalau bahasa masih menyebutkan metaphor sebagai karakter dasarnya, sedangkan metaphor masih memuat root metaphors yang lebih fundamental, maka imajinasi yang merupakan sumber dan awal metaphor itu tentu akan memainkan peranan lebih primordial dalam hal kebenaran dan pemahaman akan realitas, itu telah berbicara tentang kebenaran yang kini berarti “maka dalam konteks pemahaman ini terlihat bahwa kebenaran interaksional itu sebetulnya terdapat dalam keseluruhan aktifitas imajinasi yang mengintegrasikan imajinasi-imajinasi secara mental. Sebuah imaji tidak harus merupakan sesuatu yang tergambar atau terkatakan. Sebuah imaji yang paling awal sangat figural sebelum ia sempat terbahasakan. Karenanya, disinilah terletak ketegangan antara kecenderungan verbalisme dan penangkapan secara figuratif bukan penangkapan secara intuitif. Yang satu selalu berupaya mengkatakan imaji, sedangkan yang lain semata-mata ingin menghadirkan imaji tersebut. Dalam pengertian tersebut kita memahami imajinasi sebagai suatu daya yang sifatnya fundamental.
            Imajinasi dapat kita katakan sebagai inimalingua atau “jiwa bahasa”. Tampa imajinasi, bahasa hanya akan menjadi serangkaian kata tampa arti. Kita dapat membandingkannya dengan pandangan frege bahwa suatu kata hanya dapat dipahami dalam konteks kalimatnya. Demikian pula dengan bahasa dan imajinasi. Bahasa hanya dapat dipahami (sebagai bahasa) apabila ada aktifitas daya imajinasi kita. Lebih lanjut, bahasa pun baru akan dimengerti dengan menganalisis berbagai konteks penggunaannya. Kalau kita mengembangkan kemampuan imajinasi kita. Imajinasi adalah daya yang menghidupkan bahasa, agar bahasa pun mampu menggambarkan dan merepresentasikan realitas dengan “hidup”dalam berbagai konteks.



Profil Penulis:
Ovan Pratama Lelaki yang terlahir di Sijunjung pada 25 Oktober 1989 mempunyai intregritas yang tinggi akan karya-karya Chairil Anwar yang menurutnya adalah sebuah karya-karya yang sangat menjunjung tinggi nilai seni.
Lelaki ini mempunyai rasa yang sangat dalam terhadap karya-karya Chairil Anwar, dan memandang secara filsafat akan karya-karyanya. Ini terbukti akan keseriusannya dalam setiap dia menilai akan karya-karyanya.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog