BUDAYA MELAYU DALAM LASKAR PELANGI
Oleh Hervi Jayanda
DIANGKAT dari
kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri, buku “Laskar Pelangi”
menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu komunitas Melayu
yang sangat miskin di Belitung. Dalam novel ini banyak sekali nilai dan pesan moral
yang terkandung, misalnya nilai keagamaan, nilai sosial, kedisiplinan,
kepemimpinan, dan lain-lain.
Andrea Hirata dalam Laskar Pelanginya telah memuat dan
mengungkap unsur-unsur budaya Melayu. Budaya-budaya tersebut dipertontonkan
olehnya dari dunia nyata masyarakat Melayu yang tidak terjangkau oleh
masyarakat pembaca menjadi suatu tulisan yang sampai kepada mereka. Sehingga
dengan semua itu, masyarakat pembaca sedikit banyak dapat memperoleh
pengetahuan mengenai seluk-beluk adat-istiadat masyarakat Melayu.
Sebagai
contoh, Andrea menulis dalam karya pamungkasnya, mengenai karakteristik
masyarakat yang mendiami pulau Belitong. Dia menjelaskan mengenai karakteristik
masyarakat Ho Pho, Sawang, Khek, Hokian, Tongsang, dan masyarakat Melayu
sendiri.
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa jumlah budaya
(adat-istiadat dan tradisi) Nusantara yang lahir dan berkembang dari dulu
sampai sekarang begitu banyak. Namun, tidak semua masyarakat dapat mengetahui
setiap budaya yang tersebar di seluruh Indonesia itu karena minimnya media
publikasi yang dilakukan oleh para pemilik budaya tersebut. Maka dari itu,
sangat diperlukan pengeksplorasian budaya suatu bangsa untuk disebarkan ke
masyarakat luas agar semua masyarakat dapat mengetahuinya, salah satunya
melalui karya sastra, seperti halnya kita dapat dapat memperluas wawasan
mengenai masyarakat Melayu melalui karya-karya Andrea Hirata (Laskar Pelangi,
Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov).
Kekayaan budaya Melayu dalam Laskar Pelangi yang
perlu diangkat ke permukaan sebagai jati diri bangsa adalah kearifan lokal.
Kearifan lokal dalam bahasa asing sering juga dikonsepsikan sebagai
kebijaksanaan setempat ‘local wisdom’, pengetahuan setempat ‘local knowledge’, atau kecerdasan setempat ‘local genious’. Kearifan
lokal merupakan pandangan hidup, ilmu pengetahuan, dan berbagai strategi
kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat setempat dalam
menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kearifan lokal yang
terdapat di berbagai daerah tersebut seharusnya diangkat dan dihargai sebagai
salah satu acuan nilai dan norma untuk mengatasi berbagai persoalan yang
dihadapi bangsa Indonesia dewasa ini. Kearifan lokal merupakan energi potensial
dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup di atas nilai yang
membawa kelangsungan hidup yang berperadaban, hidup damai, hidup rukun, hidup
bermoral, hidup saling asah, asih, dan asuh. Hidup dalam keragaman, hidup penuh
maaf dan pengertian, dan lain-lain. Kearifan lokal merupakan adat atau kebiasaan
yang telah mentradisi, yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat secara
turun-temurun yang hingga saat ini masih dipertahankan keberadaannya oleh
masyarakat hukum adat dalam suatu wilayah di Indonesia ini, seperti halnya Subak
di Bali, bera di Kalimantan, dan lain-lain. Tradisi tersebut lahir dan
berkembang dari generasi ke generasi, seolah-olah bertahan dan berkembang
dengan sendirinya. Selain itu, kearifan lokal yang diungkap bisa juga berbentuk
bahasa suatu daerah, cara bertutur, kebiasaan, dan masih banyak lagi yang
mencirikhaskan suatu komunitas atau daerah.
Profil Penulis:
Hervi Jayanda lahir di Lansat Kadap Kec. Rao selatan Kabupaten
Pasaman pada Tanggal 28 Oktober 2010, setelah menamatkan SD di SDN 58 Rambah
Kec. Rao Selatan, melanjutkan ke SMPN 03 Simp. Lansat Kadap, setelah tamat di
terima di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 01 Lubuk Sikaping Kab. Pasaman.
Setelah tamat mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Universitas
Negeri Padang Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah.
0 Komentar:
Posting Komentar