CINTA, SEKS,
DAN AGAMA DALAM SAMAN KARYA AYU UTAMI
Oleh Fitria Mailisda
KARYA sastra
membicarakan manusia dengan segala kompleksitas persoalan hidupnya, maka antara
karya sastra dengan manusia memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan.
Sastra telah menjadi bagian dari pengalaman manusia, baik dari aspek manusia
yang memanfaatkannya bagi pengalaman hidupnya, maupun dari aspek penciptanya,
mengekspresikan pengalaman batinnya ke dalam karya sastra.
Karya sastra merupakan
pengalaman batin penciptanya mengenai kehidupan masyarakat dalam kurun waktu
dan situasi budaya tertentu. Dalam karya sastra dilukiskan keadaan dan
kehidupan sosial suatu masyarakat, peristiwa-peristiwa, ide dan gagasan, serta
nilai-nilai yang diamanatkan pencipta lewat tokoh-tokoh cerita. Sastra
mempersoalkan manusia dalam berbagai kehidupannya. Karya sastra berguna untuk
mengenal manusia, kebudayaan serta zamannya.
Oleh karena itu, isi dari
suatu karya sastra biasanya tidak terlepas dari realita-realita yang ada dalam
kehidupan masyarakat dimana pengarang itu berada. Fenomena dan
peristiwa-peristiwa yang yang terjadi dalam kehidupan manusia terbaca oleh
kepekaan hati serta pikiran pengarang dan terserap ke dalam batin dan jiwanya.
Kemudian fakta-fakta itu diolah melalui proses fiksionalisasi sehingga
menghasilkan suatu cerita rekaan yang tidak jauh dari kenyataan hidup yang ada.
Jadi, karya sastra merupakan pencerminan dari segi kehidupan manusia yang
didalamnya tersurat sikap, tingkah laku, pemikiran, pengetahuan, tanggapan,
perasaan, imajinasi, serta spekulasi mengenai manusia itu sendiri.
Karya sastra juga disebut sebagai aktivitas
psikologis, yaitu terlihat pada saat pengarang melukiskan watak dan pribadi
tokoh yang ditampilkan atau dihadirkan. Melalui tokoh-tokoh inilah seorang pengarang melukiskan kehidupan
manusia dengan persoalan-persoalan atau konflik dengan orang lain ataupun
konflik yang terjadi dengan dirinya sendiri. Jadi, terlihat di sini bahwa
pengarang memegang peranan penting dalam penciptaan watak tokoh yang
dilukiskannya dalam karya sastra.
Demikian juga yang terjadi
pada Saman karya Ayu Utami. Novel yang bertemakan perjuangan ini bercerita
tentang perjuangan Saman dalam membela penduduk transmigrasi Sei Kumbang. Dalam
perjalanan karirnya sebagai seorang pastor, Saman harus menyaksikan penderitaan
penduduk transmigrasi Sei Kumbang dari tindakan sewenang-wenang yang dilakukan
oleh oknum penguasa Sei Kumbang melalui aparat militer. Mereka menggunakan
kekerasan untuk mempengaruhi pikiran petani penduduk transmigrasi Sei Kumbang
dengan cara meneror, menindas, memperkosa, bahkan membunuh. Keadaan ini membuat
Saman terpaksa menanggalkan jubah kepastorannya dan bersama teman-temannya
mendirikan sebuah LSM yang menangani masalah perkebunan.
Akan tetapi, keterlibatan Saman tersebut membuat dirinya mendapat
berbagai fitnah yang dilontarkan oleh aparat militer. Para aparat militer
menuduh Saman telah mengajarkan ajaran yang beraliran kiri, yang membuat mereka
akan menangkap Saman. Berkat bantuan teman-temannya Saman berhasil lolos dari
kejaran aparat militer dan ia melarikan diri ke New York. Meskipun berada di
New York, Saman mencari informasi mengenai keadaan di tanah air. Saman
digambarkan sebagai tokoh yang mempunyai rasa sosial tinggi, sopan, dan
religius. Ia berusaha meringankan penderitaan yang dialami orang lain. Saman
membangun lembaga sosial yang dimaksudkan untuk melawan kesewenang-wenangan
yang dilakukan oleh kelompok sosial yang lebih kuat terhadap kelompok yang
lemah. Usaha tersebut akhirnya berhasil, tetapi hanya untuk beberapa saat saja.
Dalam novel Saman tidak hanya masalah hukum dan keadilan
sosial saja yang dikritik, problematika kebudayaan timur pun dibahas, terutama
masalah keperawanan dan seksualitas. Novel Saman tidak hanya menuntut
keadilan sosial dan peningkatan status perempuan Indonesia, tetapi juga hak
seksual mereka. Saman menceritakan tentang persoalan antara perempuan
dengan seksualitas. Jika laki-laki tidak pernah merasakan ada persoalan dengan
seksualitasnya, perempuan sebaliknya, karena seksualitas perempuan selalu
dipertanyakan jika dia ingin terjun ke sektor publik. Laki-laki dapat dengan
lugas dan terbuka mengungkapkan hasratnya dan tentu saja tidak ada orang yang
akan mempertanyakan termasuk pasangannya.
Namun apa yang terjadi dengan
perempuan. Untuk mengungkapkan perasaan sukanya pada laki-laki saja perempuan
menemui kendala. Hal ini terlihat dalam Saman,
yaitu bahwa perempuan memiliki hasrat yang sama dengan laki-laki dan itu
bukanlah sesuatu yang buruk. Saman berhasil menggambarkan pemberontakan
hak seksual perempuan untuk menggunakan bahasa tubuh.
Novel Saman sangat menarik untuk dibaca karena membahas tentang
perilaku seksual tokoh-tokohnya. Tokoh-tokoh tersebut yaitu Cok, Yasmin, Saman,
Shakuntala, Upi, dan Laila. Cok mempunyai perilaku immoralitas. Yasmin
mempunyai perilaku immoralitas dan perzinaan. Laila mempunyai perilaku
perzinaan. Shakuntala mempunyai perilaku biseksual dan immoralitas. Upi
mempunyai perilaku masturbasi dan mengalami perilaku perzinaan. Selain itu,
novel yang berlatarkan di New York, di Pabrik Kilang Minyak di Lepas Pantai
Laut Cina Selatan, dan di Indonesia ini juga meyajikan hubungan manusia dengan
Tuhan, hubungan cinta kasih antara pria dan wanita, orang tua dengan anak,
antar sesama manusia, dan hubungan seks antara pria dan wanita.
Saman merangkum persoalan seks dan
perempuan, menggambarkan perempuan apa adanya, dan semua didefinisikan secara
vulgar. Perempuan dalam novel Saman sudah tidak terlalu bergantung
kepada kaum pria. Bahkan perempuan juga bisa bertindak melebihi laki-laki. Hal
ini dapat kita lihat pada saat Saman sebagai laki-laki malah ditolong dan
dilindungi oleh Yasmin dan Cok. Saman menjadi buronan karena kegiatan-kegiatan
LSMnya.
Yasmin dan Cok membantu Saman melarikan diri dari kejaran polisi dan
mengirimnya ke New York. Proses pelarian ini cukup berbahaya, bahkan Saman
mengakui “Dua cewek ini lumayan tangguh dan barangkali menganggap ketegangan
sebagai petualangan.” Namun begitu, nasib perempuan masih saja mendapat
ketidakadilan. Contohnya adalah Upi, gadis Lubuk Rantau yang menderita kelainan
jiwa dan kelainan seks. Pemerintah dan masyarakat sekitar tidak merawat dan
melindungi gadis ini. Tidak ada fasilitas kesehatan dari pemerintah untuk
merawat orang-orang seperti Upi dan juga tidak ada perlindungan hukum serta
keadilan untuk Upi. Para lelaki bisa seenaknya saja memanfaatkannya atau
mempermainkannya, dan tidak ada hukum yang melarang perbuatan mereka. Melalui
tokoh Samanlah, pengarang mengkritik keadaan ini. Saman membuat rumah
perlindungan yang lebih bagus untuk Upi dan selalu memikirkan keselamatannya
hingga akhirnya ia mulai jatuh hati pada gadis itu.
Selain itu, novel Saman juga menceritakan mengenai perjuangan
seorang pemuda bernama Saman, yang dalam perjalanan karirnya sebagai seorang
pastor harus menyaksikan penderitaan penduduk desa yang ditindas oleh negara
melalui aparat militernya. Saman akhirnya menanggalkan jubah kepastorannya itu,
dan menjadi aktivis buron. Sebagai seorang aktivis, Saman mengembangkan
hubungan seksual dengan sejumlah perempuan. Keempat tokoh perempuan dalam novel
itu antara lain Shakuntala, Laila, Cok, dan Yasmin yang merupakan empat
sekawan. Mereka muda, berpendidikan, dan berkarir. Sebagai layaknya sahabat,
mereka saling bertukar cerita mengenai pengalaman-pengalaman cinta, keresahan
dan pertanyaan-pertanyaan mereka dalam mendefinisikan seksualitas perempuan.
Keistimewaan Saman memang kemampuannya untuk bercerita tanpa
beban. Dalam novel ini, pengarang mencoba memberikan gambaran mengenai realitas
kehidupan dengan berbagai macam persoalan yang terjadi pada kehidupan manusia
modern. Dalam karyanya, pengarang menampilkan tokoh wanita yang cukup banyak
jumlahnya. Demikian juga pelukisan watak yang disandang oleh tokoh tersebut,
sehingga tokoh ini mencerminkan dan mempunyai kemiripan dengan kehidupan
manusia yang sesungguhnya. Demikian pula dengan tokoh wanitanya sangat mewakili
kehidupan para wanita zaman sekarang.
Pada novel ini, pembaca akan mendapat nuansa lain tentang cerita kehidupan bermasyarakat. Pilihan kata yang digunakan dipilih dengan sangat teliti. Jalinan kalimat yang digunakan juga terkesan sederhana, bebas, dan apa adanya. Tidak hanya itu, ide pokok cerita yang ditampilkan juga sangat orisinil, meski tidak berada jauh dari kehidupan yang dijalani masyarakat sehari-hari. Bahasa yang digunakan memiliki nuansa sastra yang tinggi sehingga agak sulit dipahami. Selain itu, alur bolak balik yang sedikit agak membingingkan pembaca. Namun begitu, di sanalah letak tingginya nuansa sastra pada novel tersebut.
Dengan demikian, untuk memahami cerita tersebut, kita harus membacanya berulang kali. Berkualitas atau tidaknya seorang pengarang bergantung pada karya yang diciptakan. Semakin sulit sebuah karya sastra dipahami, semakin tinggi jiwa seni seorang pengarang. Selain itu, untuk mengungkapkan kritiknya, dalam novel ini pengarang juga menggunakan gaya bahasa yang khas hingga kata demi kata terangkai dengan indah.
Bagi saya, novel Saman
karya Ayu Utami ini sangat menarik dan enak untuk dibaca karena banyak sekali
memberikan pelajaran berharga. Selain itu, amanat yang disampaikan juga tidak
terhitung banyaknya. Untuk memperoleh pesan-pesan tersebut, tentu saja kita
harus membaca dan memahami isi ceritanya. Hanya itu yang dapat saya sampaikan
pada kesempatan kali ini. Jika ada pihak yang tersinggung atau merasa terganggu
dengan kehadiran tulisan ini mohon dimaafkan karena tidak ada manusia yang
luput dari dosa. Sekian dan terima kasih.
Fitria Mailisda, terkenal sebagai cewek pendiam dan pemalu ini lahir di Sikapak Hilir, 17
Mei 1989 dan besar di Pariaman. Merupakan anak bungsu dari pasangan Tarmizi
Rahim (Alm.) dengan Siti Adamsir Djamal. Memiliki kepribadian manja, pemalu,
melankolis. dan pendiam merupakan ciri khasnya. Ia berhasil menamatkan sekolah
dasar di SD Negeri 26 Sikapak Hilir. Tercatat sebagai murid yang cukup
berprestasi dan disayangi guru-guru. Sering mengikuti berbagai perlombaan,
seperti lomba cerdas cermat, lomba membaca puisi tingkat sekolah, tilawah, dan
lain-lain.
Kemudian
melanjutkan sekolah ke SMP negeri 1 Pariaman dan SMA 1 Pariaman. Namun,
keberaniannya untuk mengikuti lomba-lomba mulai padam. Hal ini mungkin
diakibatkan karena banyaknya saingan. Merasa kurang yakin
akan kemampuan, telah menghantarkannya ke lembah kegelapan. Dia berubah menjadi
seorang anak yang pendiam dan penakut. Kelemahan terbesar dalam hidupnya, yaitu
kurang mampu mengemukakan pendapat di depan umum. Sekarang Fitri sedang
menjalankan studi di Universitas Negeri Padang, Jurusan Bahasa dan Sastra
Indonesia dan Daerah pada semester lima.
Gadis yang menyukai
tokoh Bollywood, Preity Zinta ini sangat membenci yang namanya ”dicuekin dan
dipojokkan”. Bercita-cita ingin menjadi seorang guru yang profesional dan
disayangi banyak orang serta dapat membahagiakan orang tua, kakak, dan seluruh
orang yang ia cintai.
0 Komentar:
Posting Komentar