MORALITAS
DALAM SAMAN
Oleh Asyari Rahmad
KELUASAN pengarang dalam
menuangkan ide dalam bahasa yang lues, kemungkinan dipengaruhi oleh pandangan
betapa ambigu sesungguhnya moralitas
itu, seperti yang terdapat dalam “Saman”. Perselingkuhan, tugas pastoral yang
suci, percintaan yang sembunyi-sembunyi yang tidak dapat didudukkan pada sebuah
“kursi” moralitas yang hitam dan putih.
Hubungan
seks yang begitu sakral bagi masyarakat kita, yang hanya boleh dilakukan oleh
orang yang sudah memiliki ikatan perkawinan. Begitu pula seharusnya seorang
yang sudah menikah harus setia pada pasanagannya. Namun dalam menagnalisis
Novel Saman akan kita temukan penyimpangan-penyimpangan hal tersebut.
Sebahagian tokohnya memberontak pada otorita moral yang diwakili orang tua,
pemuka agama dan lain-lain. Tokoh Layla menyebutnya dengan sebuah metafora”
seperti burung-burung yang kawin pada saatnya lalu terbang saja pada saatnya
lalu terbang begitu saja tampa meninggalkan dosa”.
“Tapi
apakah aku berdosa”, demikian
pernyataan Yasmin pada “Saman” setelah perselingkuahan yang mereka lakukan yang terjadi begitu saja
seperti sebuah kecelakaan. Dijawab Saman dengan sebuah ungkapan yang skeptis tentang dosa, sebagaimana yang
digambarkan di bawah ini.
Aku
tidak tahu apakah aku masih ada dosa.
Seks
terlalu indah. Barangkali karena itu tuhan begitu cemburu. Sehingga ia menyuruh
musa merajam orang yang berzina?..
Perselingkuhan
adalah perbuatan yang amoral namun manuasiawi sekali. Itulah yang terlihat
ketika masing-masing tokoh dalam novel ini melakukan perselingkuhan. Walaupun masih
tersisa penyesalan yang diungkapkan secara baik dalam sebuah metafora “ seekor
ular menyelinap dalam hati dan membisikkan nikmat itu dosa.”
Tantangan
paling ekstrim datang dari tokoh Shakuntala yang memberontak terhadap ototites moral yang diwakili oleh tokoh
ayah. Pemberontakan itu dapat kota lihat dari kata-kata di bawah ini.
Namaku
Shakuntala ayah dan kakak perempuanku menyebutku Syundal. Sebab aku sudah tidur
dengan beberapa laki-laki dan beberapa perempuan. Meski tidak menarik bayaran.
Kakak dan Ayahku tidak menghormatiku.
Aku meghormati
mereka….
Sebab hidup
bagiku adalah menari dan menari.
Kebencian pada
ayah dapat pula kita lihat pada bagian lain novel ini. Yaitu ketika ia yang
bekerja sebagai koreografer diminta tampil dibeberapa Negara eropah. Untuk itu
perlu mengurus visa di kedutaan Nederland. Mereka menanyakan nama keluarga
saya.
“Nama
saya shakuntala orang Jawa tidak punya nama keluarga”
“Anda
memiliki ayah bukan?”
“Alangkah
indahnya kalau tidak punya.”
Dia
menolak menambahkan nama keluarganya, karena itu dianggap sebagai kekuasaan
tokoh ayah terhadap dirinya. Perbuatan Shakuntala tersebut dapat disebut
amoral namun lebih tepat rasanya istilah
anti moral. Namun sisi moral pun harus dipahami dan dimengerti lebih jelas.
Bukan saja dari sudut kemanusiaan atau “kursi” moralitas yang hitam dan putih.
Namun memahami orang sebagaimana adanya. Dalam Novel Saman ini ialah tokoh UPI
sebagai wanita yang idiot, melakukan perbuatan yang tidak senonoh. Dia menggosokkan selangkangnya pada
pokok-pokok karet dan memperkosa Kambing dan ternak-ternak tetangga. Hal
tersebut dapat dikatakan perbuatan amoral namun kita harus memahami dia adanya.
Dalam
Saman hubungan seks dengan tokoh-tokohnya bukanlah dengan maksud sebagai sebuah
komoditi tambahan atau sumber penghasilan. Namun semua itu hanya bersifat nasfu
belaka. Cok ( salah satu wanita dari empat sekawan Laila, Yasmin,dan Tala) bisa
disebut Don Juannya cewek yang berkencan dengan teman laki-lakinya lalu
memutuskan mereka begitu saja. Dalam novel ini disebutkan bahwa Cok dan Shakuntala
adalah tipe wanita yang tidak peduli terhadap neraka dan perkawinan, lain
halnya dengan Laila yang sedang mencari seorang laki-laki yang pantas membangun
sebuah keluarga dan membahagiakan orang tua dengan cucu-cucunya, yang mencintai
Sihar seorang karyawan pertambangan yang sudah beristri.
Dalam
novel Saman ini kita dapat pula melihat bagaimana moral para penguasa terutama
pada zaman orde baru, mungkin masih relevan denagn kondisi sekarang ini. Yang
dalam banyak tindakan atau keputusan yang merugikan masyarakat bawah. Sering pula
melakukan kekerasan bila ada yang mencoba menghalangi tujuannya, bahkan banyak
juga yang di cap sebagai komunis, sebagaimana yang terjadi dalam tokoh Saman
dan masyarakat perkebunan di Lubuk Rantau sebagai salah satu latar tempat di
novel ini.
Pada
bagian lain kita juga menemukan banyak kesewenangan pihak yang pemegang
otoritas kewenangan. Yaitu ketika Rosano mengambil sebuah keputusan yang sangat
berbahaya saat mengeksplorasi minyak dilepas pantai walupun telah diperingatkan
oleh Sihar bekali-kali. Peristiwa itu menyebabkan tewasnya tiga orang
karyawannya, selain itu dia juaga dituduh masyarakat sebagai pembunuh karena
masyarakat melihat korban terakhir pergi dengannya, yaitu seorang gadis kampung
yang dijanjikan mengawininya setelah menyerahkan kesuciannya. Namun semua itu
tidak dapat diusut karena orang tuanya adalah salah satu petinggi Depertemen
Pertambangan.
Dari
uraian di atas dapat kita lihat bahwa “Saman” adalah novel yang banyak
berbicara tentang realita-realita kemanusiaan dan permasalahannya. Tidak hanya
terbatas pada persoalan cinta dan seks tapi juga banyak menyinggung masalah
politik dan kekuasaan. Walaupun novel Saman ini banyak menyinggung hal yang
masih tabu dalam masyarakat.
Fakta
yang kita temukan di atas hendaknya dapat dijadikan sebagai memperkaya kasanah
berpikir kita. Sejauh mana dalam masyarakat kita nilai-nilai luhur yang
bersifat timuran masih dipertahankan, seperti kesetiaan terhadap pasangan,
nilai keperawanan, tata karma, sopan santun, ataukah nilai tersebut berubah
sama sekali. Dan tidak kalah pentingnya yang mendapat perhatian kita bersama.
Apakah penindasan dengan cara-cara orde baru masih kita lihat sekarang ini atau
dengan cara yang berbeda pula. Untuk mengerti dan mampu melihat semua itu
perlukiranya kita lebih peka terhadap kenyataan
sekeliling kita.
Persoalan-persoalan
tentang kekuasaan, cinta dan seks memanggil tema yang banyak diangkat dalam
karya sastra. Tapi dengan kepiawaian pengarang dalam segi pengungkapan membuat
”Saman” menjadi sebuah warna baru dalam dunia sastra Indonesia.Profil Penulis:
TTL : Bukittinggi, 5 April 199
Hobby : Membaca, main game, traveling, dll.
Moto : Maju terus pantang mundur.
0 Komentar:
Posting Komentar