Sabtu, 17 Desember 2011

Essay 19 (Kritik Sastra)



MERANTAU DALAM NEGERI LIMA MENARA
Oleh Beta Rahmadani

KARYA sastra adalah suatu kerja kreatif manusia melalui imajinasi yang disalurkan ke dalam bentuk karya. Endraswara (2008), menyatakan karya sastra adalah fenomena yang penuh bunga-bunga dan aroma, karena karya sastra mengandung nilai estetika yang mengungkapkan suatu keindahan di dalamnya. Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa.
Keindahan adalah sebuah aplikasi dari intresa dan inscape. Intresa adalah pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap ciptaan kreatif seorang sastrawan, sedangkan inscape adalah pemahaman atau kekuatan melihat sesuatu dengan pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan kebenaran Tuhan. Manusia belajar dari alam, dan manusia berguru kepada kehidupan. Tuhan telah menyuguhkan alam ke depan manusia, dan untuk selanjutnya manusia mengolahnya sesuai pengetahuan yang ia peroleh. Seorang sastrawan akan selalu melihat realita yang ada dilukiskan dalam sebuah karya sastra.

Sebuah karya sastra tidak lepas dari realita kehidupan manusia, segala polemik-polemik permasalahan menjadi suatu kunci penulisan sebuah karya. Jika tidak ada masalah ataupun polemik dalam sebuah karya, maka karya akan terasa kaku dan tidak ada unsur keindahan di dalamnya. Karena melalui polemik, permasalahan yang ada dalam sebuah karya sastra itulah pembaca dapat mengambil suatu pelajaran dan hikmahnya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa karya satra pada dasarnya bermanfaat dan berfungsi memanusiakan manusia, membuat manusia berbudaya serta dengan karya kita dapat menghargai orang lain. Kenapa demikian? Karena sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa karya sastra tidak lepas dari realita kehidupan manusia, karya sastra adalah cerminan masyarakat, karena dalam karya sastra menceritakan lika-liku kehidupan manusia. Dengan membaca karya sastra, kita akan mengetahui bagaimana kehidupan suatu masyarakat. Dengan membaca karya sastra kita akan mendapatkan suatu pelajaran dan hikmah bagaimana rmenghargai orang lain, karena karya sastra mengandung pelajaran yang dapat bermanfaat bagi manusia.
Melalui rasa kemanusiaan maka muncullah rasa kebersamaan jika kita membaca karya sastra. Dengan membaca karya, seolah-olah kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh tokoh yang ada dalam karya sastra tersebut. Jika tokohnya mangalami kemalangan, tentunya kita yang membaca karya tersebut terbawa sedih pula, begitu juga sebaliknya jika cerita yang disampaikan dalam sebuah karya sastra itu bahagia, maka kita akan terbawa suasana yang bahagia pula.
Novel Negeri Lima Menara karya A. Fuadi merupakan novel inspirasi dari kisah nyata. Fuadi adalah seorang mantan wartawan media massa cetak Tempo. Sebelum ia menjadi wartawan ia mengalami kehidupan yang tidak dapat diterimanya. Dalam novelnya Alif Fikri sebagai tokoh utama, dijelaskan bahwa alif seorang anak yang tinggal di daerah Bayur, Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Alif merupakan anak pertama, sebagai anak pertama ibunya ingin dia menjadi pengganti sosok Buya Hamka seorang tokoh pendidikan yang terkenal di Sumatera Barat. Padahal Alif  menginginkan Sekolah Menegah Atas, tetapi ketika ia tamat dari Madrasah Tsawiyah Batur, ia tidak dapat mengenyam pendidikan Sekolah Menegah Atas tersebut. Ibunya menyuruh dia sekolah di Madrasah Aliyah, padahal bagi Alif sekolah agama setingkat dengan SMP itu sudah cukup. Tapi ibunya bersikeras mamasukkan ia ke Madrasah Aliyah (Sekolah Menengah Atas yang fokus dengan ilmu agama Islam).
Suatu hari Alif menerima surat dari pamannya, pamannya bercerita kalau ia mempunyai teman tamatan Pondok Madani, ia begitu pintar dan hebat, paman ingin Alif juga seperti itu. Dengan pertimbangan yang matang Alif menceritakan keinginannya kepada ibu dan ayahnya, mereka setuju dan Alif diantarkan ke Pondok Madani yang berada di pulau Jawa. Pesan ibunya merantaulah selagi muda dan tuntulah ilmu di sana, kemudian kembangkan di negeri kita sampai Alif di Pondok Madani, mantera sakti diberikan oleh Kiai Rais, “Manjadda wajadda”, yang berarti siapa yang bersunggu-sungguh dia akan sukses.
Dapat ditarik kesimpulan Alif merantau ke pulau Jawa demi memenuhi kebutuhan orang tuanya untuk memasuki dunia pendidikan Islam yang setara dengan SMA. Di Pondok Madani Alif mempunyai 5 orang teman yakni, Dulmajid dari Sumenep, Raja dari Medan, Said dari Surabaya, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Salah satu tempat yang mereka sukai untuk berkumpul adalah di bawah menara mesjid, ditempat itulah mereka sering berkhayal tentang cita-cita, seolah-olah awan yang mereka lihat menjelma menjadi negara dan dunia yang mereka impikan, tapi ia hanya punya impian tetapi mereka tidak tahu apakah angan-angan mereka dapat terwujud apa tidak.
Sebelumnya Alif tidak dapat menerima keadaan waktu dia berada dilingkungan Pondok Madani, dan apalagi dia merasa semakin tidak dapat menerima ketika teman lama, Randai waktu di sekolah  Tsanawiyah mengirim surat padanya kalau temannnya itu masuk ke SMA, dan Alif juga ingin masuk sebelum dia berniat untuk memutuskan masuk ke Pondok Madani. Dikala Alif merasa kegalauannya teman satu pondok dengan dia memberikan nasehat kepada Alif untuk tetap menjalani pendidikannya di Pondok Madani. Dan syukur, Alif dapat menerima nasehat-nasehat dari teman-temannya itu.
Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa, cerita dari A. Fuadi hampir sama dengan Tetralogi Laskar Pelangi, dan perbedaan yang mendasar dari kedua jenis cerita ini adalah. Pada cerita Negeri Lima Negeri latar ceritanya lebih didominasi dengan latar tempat Pondok Madani dan latar sosial yakni kehidupan beragama yang sangat kental. Ini dikarenakan, A. Fuadi  memilih alur maju mundur, sehingga lebih terkesan menonjolkan kehidupan pondok pesantren, sedangkan Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata tidak terlalu seperti itu.
Di pondok madani Alif banyak mendapatkan kata yang mampu membuat dia termotivasi, salah satu yang sangat ampuh di Pondok Madani :
Orang yang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung.
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah, dan kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Dari pernyataan inilah yang dapat membangkitkan lagi kesadaran Alif akan pentingnya berusaha  demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan, meskipun itu tidak mudah. A. Fuadi juga menceritakan kalau di Pondok Madani seluruh siswa tidaklah menggunakan bahasa Indonesia.
Istilah merantau dalam novel ini sangat luas cakupannya. Berawal dari kampung halaman enam orang sekawan kemudian ke Pondok Madani. Empat tahun sudah dilewati oleh Alif dan teman-temannya. Pada acara pembagian ijazah, Kiyai Rais memberi kata-kata motivasi lagi “orang yang berilmu dan beradab tidak akan  diam di kampung halaman.” Tinggalkan negerimu merantaulah ke negeri orang. Kata-kata tersebut menjadi panutan bagi Alif dan temannya.
Diakhir cerita pengarang menceritakan Alif dan temannya menggapai impian yang dulu pernah ia impikan di bawah menara masjid Pondok Madani dulu. Alif merantau ke Amerika, Said dan Dulmajid mendirikan Pondok Madani di Surabaya, Baso si hafal Alquran yang dulu mengundurkan diri dari PM karena ingin merawat neneknya, kuliah di Mekkah, ia mendapat beasiswa dari pemerintah Arab Saudi, Atang melanjutkan kuliah Doktoralnya di Universitas Al-Azhar. Sementara Raja sudah tinggal di London, setelah menyelesaikan kuliah hukum Islam dengan gelar Licens di Madinah, dibantu dengan istrinya Raja bertanggung jawab menjalankan kegiatan masjid, madrasah akhir pekan dan pengajian rutin.
Akhirnya impian mereka terwujud, karena segala iktiar dan segenap doa, Tuhan telah mengirim benua kepada mereka. Kun fayakun, maka semula impian jadi kenyataan. Dalam artian merantau dalam Negeri Lima Menara, merantau demi cita-cita yang diimpikan. Mereka yang berenam sekawan menggapai impian yamg dulu mereka impikan di bawah menara masjid Pondok Madani. Dari cerita Negeri Lima Menara kita termotivasi untuk tidak meremehkan impian, walau seting apapun. Karena Tuhan maha mendengar.


Profil Penulis:
Beta Rahmadani ini mempunyai hobi membaca, dia punya impian menjadi seorang kolumnis. Sekarang cewek yang berbintang Taurus ini sedang menempuh studi jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia. Ia sangat hobi membaca buku yang berhubungan yang jurnalistik, karena ia ingin menjadi seorang penulis. Terus Berusaha Pantang Menyerah itulah motto yang selalu disandangnya, yang memotivasinya untuk selalu menjadi lebih baik.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog