MERANTAU DALAM NEGERI LIMA MENARA
Oleh Beta Rahmadani
KARYA
sastra adalah suatu kerja kreatif manusia melalui imajinasi yang disalurkan ke
dalam bentuk karya. Endraswara (2008), menyatakan karya sastra adalah fenomena
yang penuh bunga-bunga dan aroma, karena karya sastra mengandung nilai estetika
yang mengungkapkan suatu keindahan di dalamnya. Keindahan adalah ciptaan
pengarang dengan seperangkat bahasa.
Keindahan adalah sebuah
aplikasi dari intresa dan inscape. Intresa adalah pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap
ciptaan kreatif seorang sastrawan, sedangkan inscape adalah pemahaman atau kekuatan melihat sesuatu dengan
pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam sastra berdasarkan
kebenaran Tuhan. Manusia belajar dari alam, dan manusia berguru kepada
kehidupan. Tuhan telah menyuguhkan alam ke depan manusia, dan untuk selanjutnya
manusia mengolahnya sesuai pengetahuan yang ia peroleh. Seorang sastrawan akan
selalu melihat realita yang ada dilukiskan dalam sebuah karya sastra.
Sebuah karya sastra
tidak lepas dari realita kehidupan manusia, segala polemik-polemik permasalahan
menjadi suatu kunci penulisan sebuah karya. Jika tidak ada masalah ataupun
polemik dalam sebuah karya, maka karya akan terasa kaku dan tidak ada unsur
keindahan di dalamnya. Karena melalui polemik, permasalahan yang ada dalam
sebuah karya sastra itulah pembaca dapat mengambil suatu pelajaran dan
hikmahnya.
Sebagaimana kita
ketahui bahwa karya satra pada dasarnya bermanfaat dan berfungsi memanusiakan
manusia, membuat manusia berbudaya serta dengan karya kita dapat menghargai
orang lain. Kenapa demikian? Karena sebagaimana telah diungkapkan di atas bahwa
karya sastra tidak lepas dari realita kehidupan manusia, karya sastra adalah
cerminan masyarakat, karena dalam karya sastra menceritakan lika-liku kehidupan
manusia. Dengan membaca karya sastra, kita akan mengetahui bagaimana kehidupan
suatu masyarakat. Dengan membaca karya sastra kita akan mendapatkan suatu
pelajaran dan hikmah bagaimana rmenghargai orang lain, karena karya sastra
mengandung pelajaran yang dapat bermanfaat bagi manusia.
Melalui rasa
kemanusiaan maka muncullah rasa kebersamaan jika kita membaca karya sastra.
Dengan membaca karya, seolah-olah kita akan merasakan apa yang dirasakan oleh
tokoh yang ada dalam karya sastra tersebut. Jika tokohnya mangalami kemalangan,
tentunya kita yang membaca karya tersebut terbawa sedih pula, begitu juga
sebaliknya jika cerita yang disampaikan dalam sebuah karya sastra itu bahagia,
maka kita akan terbawa suasana yang bahagia pula.
Novel Negeri Lima
Menara karya A. Fuadi merupakan novel inspirasi dari kisah nyata. Fuadi adalah
seorang mantan wartawan media massa cetak Tempo. Sebelum ia menjadi wartawan ia
mengalami kehidupan yang tidak dapat diterimanya. Dalam novelnya Alif Fikri
sebagai tokoh utama, dijelaskan bahwa alif seorang anak yang tinggal di daerah
Bayur, Danau Maninjau, Kabupaten Agam, Alif merupakan anak pertama, sebagai
anak pertama ibunya ingin dia menjadi pengganti sosok Buya Hamka seorang tokoh
pendidikan yang terkenal di Sumatera Barat. Padahal Alif menginginkan Sekolah Menegah Atas, tetapi
ketika ia tamat dari Madrasah Tsawiyah Batur, ia tidak dapat mengenyam
pendidikan Sekolah Menegah Atas tersebut. Ibunya menyuruh dia sekolah di
Madrasah Aliyah, padahal bagi Alif sekolah agama setingkat dengan SMP itu sudah
cukup. Tapi ibunya bersikeras mamasukkan ia ke Madrasah Aliyah (Sekolah
Menengah Atas yang fokus dengan ilmu agama Islam).
Suatu hari Alif
menerima surat dari pamannya, pamannya bercerita kalau ia mempunyai teman
tamatan Pondok Madani, ia begitu pintar dan hebat, paman ingin Alif juga
seperti itu. Dengan pertimbangan yang matang Alif menceritakan keinginannya
kepada ibu dan ayahnya, mereka setuju dan Alif diantarkan ke Pondok Madani yang
berada di pulau Jawa. Pesan ibunya merantaulah selagi muda dan tuntulah ilmu di
sana, kemudian kembangkan di negeri kita sampai Alif di Pondok Madani, mantera
sakti diberikan oleh Kiai Rais, “Manjadda
wajadda”, yang berarti siapa yang bersunggu-sungguh dia akan sukses.
Dapat ditarik
kesimpulan Alif merantau ke pulau Jawa demi memenuhi kebutuhan orang tuanya
untuk memasuki dunia pendidikan Islam yang setara dengan SMA. Di Pondok Madani
Alif mempunyai 5 orang teman yakni, Dulmajid dari Sumenep, Raja dari Medan,
Said dari Surabaya, Atang dari Bandung, dan Baso dari Gowa. Salah satu tempat
yang mereka sukai untuk berkumpul adalah di bawah menara mesjid, ditempat
itulah mereka sering berkhayal tentang cita-cita, seolah-olah awan yang mereka
lihat menjelma menjadi negara dan dunia yang mereka impikan, tapi ia hanya
punya impian tetapi mereka tidak tahu apakah angan-angan mereka dapat terwujud
apa tidak.
Sebelumnya Alif tidak
dapat menerima keadaan waktu dia berada dilingkungan Pondok Madani, dan apalagi
dia merasa semakin tidak dapat menerima ketika teman lama, Randai waktu di
sekolah Tsanawiyah mengirim surat
padanya kalau temannnya itu masuk ke SMA, dan Alif juga ingin masuk sebelum dia
berniat untuk memutuskan masuk ke Pondok Madani. Dikala Alif merasa
kegalauannya teman satu pondok dengan dia memberikan nasehat kepada Alif untuk
tetap menjalani pendidikannya di Pondok Madani. Dan syukur, Alif dapat menerima
nasehat-nasehat dari teman-temannya itu.
Dari ilustrasi di atas
dapat disimpulkan bahwa, cerita dari A. Fuadi hampir sama dengan Tetralogi Laskar
Pelangi, dan perbedaan yang mendasar dari kedua jenis cerita ini adalah. Pada
cerita Negeri Lima Negeri latar ceritanya lebih didominasi dengan latar tempat
Pondok Madani dan latar sosial yakni kehidupan beragama yang sangat kental. Ini
dikarenakan, A. Fuadi memilih alur maju
mundur, sehingga lebih terkesan menonjolkan kehidupan pondok pesantren,
sedangkan Laskar Pelangi, karya Andrea Hirata tidak terlalu seperti itu.
Di pondok madani Alif
banyak mendapatkan kata yang mampu membuat dia termotivasi, salah satu yang
sangat ampuh di Pondok Madani :
Orang yang berilmu dan
beradab tidak akan diam di kampung.
Tinggalkan negerimu dan
merantaulah ke negeri orang.
Merantaulah, dan kau
akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.
Berlelah-lelahlah,
manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.
Dari pernyataan inilah
yang dapat membangkitkan lagi kesadaran Alif akan pentingnya berusaha demi mendapatkan sesuatu yang kita inginkan,
meskipun itu tidak mudah. A. Fuadi juga menceritakan kalau di Pondok Madani seluruh
siswa tidaklah menggunakan bahasa Indonesia.
Istilah merantau dalam
novel ini sangat luas cakupannya. Berawal dari kampung halaman enam orang
sekawan kemudian ke Pondok Madani. Empat tahun sudah dilewati oleh Alif dan
teman-temannya. Pada acara pembagian ijazah, Kiyai Rais memberi kata-kata
motivasi lagi “orang yang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halaman.” Tinggalkan negerimu
merantaulah ke negeri orang. Kata-kata tersebut menjadi panutan bagi Alif dan
temannya.
Diakhir cerita
pengarang menceritakan Alif dan temannya menggapai impian yang dulu pernah ia
impikan di bawah menara masjid Pondok Madani dulu. Alif merantau ke Amerika,
Said dan Dulmajid mendirikan Pondok Madani di Surabaya, Baso si hafal Alquran
yang dulu mengundurkan diri dari PM karena ingin merawat neneknya, kuliah di
Mekkah, ia mendapat beasiswa dari pemerintah Arab Saudi, Atang melanjutkan
kuliah Doktoralnya di Universitas Al-Azhar. Sementara Raja sudah tinggal di
London, setelah menyelesaikan kuliah hukum Islam dengan gelar Licens di Madinah, dibantu dengan istrinya
Raja bertanggung jawab menjalankan kegiatan masjid, madrasah akhir pekan dan
pengajian rutin.
Akhirnya impian mereka
terwujud, karena segala iktiar dan segenap doa, Tuhan telah mengirim benua
kepada mereka. Kun fayakun, maka
semula impian jadi kenyataan. Dalam artian merantau dalam Negeri Lima Menara,
merantau demi cita-cita yang diimpikan. Mereka yang berenam sekawan menggapai
impian yamg dulu mereka impikan di bawah menara masjid Pondok Madani. Dari
cerita Negeri Lima Menara kita termotivasi untuk tidak meremehkan impian, walau
seting apapun. Karena Tuhan maha mendengar.
Profil Penulis:
Beta Rahmadani ini mempunyai hobi membaca, dia
punya impian menjadi seorang kolumnis. Sekarang cewek yang berbintang Taurus ini
sedang menempuh studi jurusan Bahasa Dan Sastra Indonesia. Ia sangat hobi
membaca buku yang berhubungan yang jurnalistik, karena ia ingin menjadi seorang
penulis. Terus Berusaha Pantang Menyerah itulah motto yang selalu disandangnya,
yang memotivasinya untuk selalu menjadi lebih baik.
0 Komentar:
Posting Komentar