KEMARAU
DALAM KEMARAU
Oleh Rahmah
KEMARAU bukan hanya
sebagai simbol tidak turun-turunnya hujan beberapa bulan, yang telah membuat
sebuah perkampungan menjadi rengkah dan kering yang butuh akan tetesan air
hujan, tetapi kemarau juga bisa dianalogikan sebagai kehidupan yang menandakan
bagaimana suatu perkampungan tersebut yang penduduknya kurang dari agama dan
pendidikan. Mereka keras kepala dan susah untuk dinasehati, mereka
berbondong-bondong mendatangi mesjid bukan ketulusan hati untuk mendengarkan
pengajian, tetapi karena melihat orang yang menyampaikan pengajian. Itulah
kiranya A. A Navis terinspirasi mengangkat judul bukunya dengan Kemarau.
Buku
ini mengangkat tema kehidupan yang A. A Navis membicarakan kehidupan
orang-orang menghadapi kemarau panjang. Yang mereka banyak berputus asa dalam
menghadapi kemarau panjang tersebut. Buku yang mengisahkan sebuah kehidupan
orang Minangkabau yang pemikiran pada umumnya masih belum maju. Mereka masih
percaya kepada ramalan-ramalan, dan perdukunan. Mereka berfikir hal-hal
tersebut bisa membantu mereka dalam menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi,
walaupun sebenarnya perdukunan itu tidak sedikitpun bisa membantu mereka.
Pada saat itu
para petani kampung itu hanya menunggu dan memandangi langit, mereka berharap
hujan akan turun atau tidak. Dan karena sawah-sawah tersebut sudah merekah para
petani tersebut mulai berfikir dan
beberapa orang diantara mereka pergi mendatangi dukun.
Jalan kehidupan
dihadapi oleh seseorang yang dilukiskan oleh A.A Navis dalam bukunya yang
berjudul Kemarau. Buku yang mempunyai
alur cerita yang flash back (maju mundur) ini, yang agak
membingungkan kalau dibaca karena diawal cerita kisah yang kita baca
seakan-seakan ceritanya itu laju dengan kisah-kisahnya, tetapi dipertengahan
cerita kita harus mengingat kembali masa-masa lalu tokohnya.
Kisah
ini dibuka dengan tokoh utama Sutan Duano yang datang ke kampung itu pada akhir
kedudukan Jepang dia adalah seorang sosok yang mempunyai masa lalu yang buruk.
Yang anaknya nikah dengan saudaranya sendiri, lantaran dia sering nikah cerai dengan istrinya dimasa lalu. Seorang
laki-laki yang berusia 50 tahun. Dia
muncul di sebuah kampung itu pada masa kedudukan Jepang. Laki-laki ini
diberi izin oleh Wali Nagari untuk
tinggal dikampung itu. Yang waktu itu Sutan Duano berumur sekitar 40 tahun.
Maka
untuk menghilangkan semua itu dia melarikan diri ke kampung tersebut. Yang bagi
orang-orang kampung tersebut dia dianggap aneh karena dia menghabiskan
hari-harinya dengan bekerja keras yang kurang memberi perhatian tentang
kerohanian.
Dan
orang bahkan tambah tercengang lagi karena sisa umurnya dia lebih suka
mengumpulkan uang dengan kerja keras yang saat itu para orang kampung tersebut
telah meninggalkan semua pekerjaan keras tersebut yang mereka terfokus pada
ilmu pengetahuan umum. Padahal setiap orang yang mau mendiami setiap Surau adalah
untuk menghabiskan sisa umur tuanya itu sambil berbuat ibadah melulu, sembahyang,
zikir, dan membaca Al-Quran sampai mata menjadi rabun, karena bagi penduduk
kampung itulah guna Surau dibuat selama ini.
Dari
masa kemasa Tidak ada yang menonjol dari Sutan Duano, bagi orang-orang kampung
dia hanya ditandai sesorang yang mengerjakan pekerjaan dengan tetap tanpa
merasa menghiraukan keheranan orang-orang kampung terhadap dia. Dari pagi dia berangkat kerja, lalu sorenya
dia pulang dan tidur. Itulah yang selalu dilakukannya di kampung ini. Dia
seperti orang yang terasingkan dan tanpa dipedulikan oleh orang-orang.
Dan
pada suatu waktu Sutan Duano memulai suatu kehidupan yang baru, dia sudah
memulai mengarap sawah yang terlantar dengan meminta izin kepada pemiliknya
untuk dikerjakan. Bahkan sapi-sapi yang tidak tergembala di kampung tersebut
ditampungnya dengan perjanjian sedua, bahkan semakin hari usaha Sutan Duano ini
semakin meningkat, ketika orang-orang sibuk di Lapau bercanda gurau di malam hari, tetapi dia malah membenamkan
dirinya di Surau tersebut mengikisi lumut kulit manis.
Sutan
Duano juga sudah memulaii sembahyang dan mempelajarai ilmu agama dengan membaca
buku-buku, dan pada saat ini pulalah penduduk kampong ini sudah bosan dengan
kursus-kursus mereka, dan uang pun sudah sulit bagi mereka dan harga-harga
sudah mulai meningkat, maka Sutan Duano
sudah termasuk orang yang berada dalam kampung ini. A.A Navis menggambarkan
Sutan Duano seperti penyelamat dalam perkampungan itu, bagaimana dia menghadapi
kemarau panjang, dia berusaha bekerja keras untuk mengangkut air dari Danau untuk
mengairi sawanhya. Dan dari sinilah dia mencoba untuk mempengaruhi penduduk
kampung tersebut untuk bekerja keras, walaupun dia sempat dibilang orang gila
tapi dia tidak pernah putus asa walau usaha untuk meyakinkan penduduk tersebut
tidak berhasil.
Begitulah
perspektif Sutan Duano dalam mengajak penduduk kampung tersebut untuk mengajak mereka mengairi sawahnya,
walaupun usaha yang dilakukannya itu kandas, tetapi dia tidak berputus asa. Dia
mengerti bagaimana pemikiran penduduk kampung tersebut. Maka usaha yang
terakhir dilakukan Sutan Duano mengangkut air Danau sendirian dari laut guna
untuk memberikan contoh bagi penduduk kampung tersebut bagimana menjadi petani
yang baik.
Karena masih
belum berhasil maka Sutan Duano melakukan usaha lain dengan seorang anak kecil
yang selalu mengikuti dan memperhatikan dia mengangkut air dari Danau tersebut.
Kedekatan Sutan Duano dengan anak kecil tersebut menjadi fiitnah jatuh cinta
pada orang tua anak tersebut. Dalam usahanya ini Sutan Duano berhasil
menghadapi semua dengan mendatangkan banyak
konflik, walau konflik yang dihadapinya bertubi-tubi menjatuhkan dirinya
sendiri, bahkan Sutan Duano juga menemui mantan istrinya untuk menyelesaikan
dan meminta maaf atas segala kesalahannya dimasa silam dan pada akhirnya dia
juga bisa menyelesaikan masalah anaknya dan mantan istrinya tersebut. Sutan Duano bisa menyelesaikan masalah itu
dengan hati yang lapang. Bagaimana dia menghadapai orang-orang kampung yang
mempunyai otak keras kepala, yang mereka banyak menghabiskan waktunya duduk-duduk
di Lepau tanpa kerja keras untuk
mengairi sawahnya. Yang mereka hanya menunggu dan memandangi langit berharap sebentar lagi Tuhan akan menurunkan
hujan.
Sutan Duano
akhirnya hidup bahagia bersama Gundam setelah menikahinya, walaupun sebelum dia
menikahi Gundam banyaknya halangan dan rintangan yang dia hadapi, bahkan dia
telah difitnah oleh seorang penduduk kampung tersebut yang bernama Iyah, bahwa
Sutan Duano telah melakukan hal-hal yang sangat buruk dengan Gundam namun
konflik yang dihadapi Sutan Duano tidak hanya sampai disini. Tetapi masih ada
masalah-masalah yang musti dihadapi oleh Sutan Duano dengan melihat sikap penduduk
kampung yang susah untuk diajarkan.
Buku ini sangatlah bagus apabila dibaca oleh
semua kalangan, karena begitu besarnya pengorbanan seseorang dalam mencari
rezki, dia selalu berusaha dan berusaha. Bahkan dia tidak mengocehkan omongan
orang lain yang mengangap dia orang gila dan aneh. Dalam membaca buku ini
mengisahkan bagaimana kita seolah-seolah berada di sebuah perkampungan yang
kita merasa terasingkan. Merasakan sesuatu masalah tersebut seperti terjadi
dalam kehidupan kita sendiri. Bagaimana Sutan Duano menjalankan kehidupannya
sehari-sehari di Surau tempat dia tinggal.
Rahmah, itulah nama lengkap seorang cewek tomboy yang
berasal dari Bukittingi……si tomboy…….??? Itulah kata-kata yang selalu ia dengar
dari setiap mulut yang dikenalnya, begitu mudah dech buat diingat.
Aries, 17 April 1988. Itulah selalu tertera setiap
terbitnya majalah yang menjadi langganannya. Perkataan Aries yang mengatakan adalah
cewek cuek, tertutup dan sensitife. Namun perkataan itu tidak melewati
hari-hariknya yang sulit.
Si Tomboy menamatkan pendidikan di SDN 44 Candung, Bukittinggi. Setelah
itu melanjutkan pendidikan kesebuah pondok Pesantren MUS (Miftahul Ulumi
Syariah) dan sekarang telah berstatus mahasiswa, semester lima jurusan
Pendidikan Bahasa Indonesia di Universitas Negeri Padang.
0 Komentar:
Posting Komentar