Selasa, 03 Januari 2012

Essay 40 (Kritik Sastra)



NILAI KEPERCAYAAN DALAM MOKSA
Oleh Wahyu Saputra

KEHIDUPAN zaman edan saat ini sebagian orang banyak mengabaikan kebenaran. Bahkan banyak orang sudah menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, krisis moral sudah merajalela dimana-mana, kebenaran dan keadilan sudah langka. Orang sudah tidak mengenal budaya malu, anak tidak lagi menghormati orang tuanya, dan orang tua bahkan tidak tahu-menahu tentang anaknya sendiri. Semua perbuatannya dianggap sudah benar dan normal, padahal semuanya telah disusun rapi oleh agamanya masing-masing. Setiap agama memiliki aspek fundamental yaitu aspek kepercayaan dan keyakinan, terutama kepercayaan terhadap sesuatu yang sakral, yang suci atau yang ghaib. Kepercayaan tersebut diyakini dengan mentaati, menjalani, mengaplikasikannya dalam kehidupan akan membawa hidup yang lebih baik, bahagia dalam kehidupan dunia maupun akhirat. 
Namun disisi lain, arti kepercayaan sangatlah luas. Bukan hanya hubungan antara manusia dengan Sang Pencipta semata, tetapi juga adanya hubungan antara sesama makhluk ciptaan-Nya itu sendiri. Dalam keseharian kita menjalani suatu kegiatan baik itu perorangan, kelompok maupun lembaga, pasti ada tanggung jawab yang dipikul, hanya saja kapasitas tanggung jawabnya yang berbeda. Jika besar tugas yang dibebankan maka tanggung jawabnya pun besar begitu pula sebaliknya. Dalam aplikasi pertanggungjawaban akan memunculkan suatu embrio yang baru yaitu “Kepercayaan” (kepercayaan antara manusia dengan manusia). 
Di dalam cerpen Moksa buah karya Putu Wijaya ini menyajikan sebuah nilai kepercayaan itu tersendiri. Melalui karya sastranya, Putu Wijaya berhasil mengungkapkan ide dan gagasannya tentang fenomena yang sering terjadi pada kehidupan sekarang, yaitu hilangnya sikap saling percaya. Cerpen ini mengupas nilai kepercayaan dalam kehidupan keluarga, yang diperan oleh seorang dokter yang mempunyai istri dan seorang anak bernama Moksa, mahasiswi yang indekos di daerah Depok. 
Nilai kepercayaan dalam cerpen ini merupakan bentuk proposisi-proposisi umum yang bersifat abstrak. Proposisi ini dapat dikaitkan dengan proposisi suatu konteks tertentu. Misalnya hubungan proposisi antara bapak dan ibu Subianto bersifat saling menyangkal antara keduanya. Hubungan itu dapat terbangun karena proposisi keduanya dapat diakses oleh tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Terlihat dengan bahasa yang sederhana cerpen Moksa telah mengangkat tema-tema aksesbilitas, reabilitas, sirkulasi dan transmisi pengetahuan mengenai hakikat kehidupan maupun nilai kepercayaan. Mampu mengangkat tema-tema yang dapat diakses atau dipahami dengan baik oleh pembaca. Hal ini karena cerpen Moksa dalam penyajiannya menggunakan setting, tema dan konflik yang ada dalam kehidupan sehari-hari dengan bahasa yang singkat dan jelas. Seperti, mengangkat konflik tentang kepercayaan seorang ayah atau orang tua kepada anaknya. 
Dokter Subianto, yang berharap agar anaknya dapat terdidik menjadi anak yang lebih baik, mandiri ketika jauh dari orang tuanya. Disini sangat jelas bahwa seperti apa nilai kepercayaan orang tua kepada anaknya, karena Dokter Subianto berani melepas anaknya tinggal di daerah lain dengan jarak yang cukup jauh. Walaupun Moksa adalah seorang perempuan, namun sebagai orang tua, dia dan istrinya tetap berhati besar, baik dan sabar, serta memberi kepercayaan penuh terhadap buah hatinya tersebut.
Namun dibalik semua itu, kepercayaan yang telah diberikan orang tuanya tersebut belum bisa dipertanggungjawabkan oleh Moksa dalam kehidupannya untuk mencapai kedewasaan. Orang tuanya sangat mengharapkan anaknya bisa berhasil, sukses, terdidik, dan mendiri. Namun semua itu berkata lain, karena anaknya bernama Moksa yang indekos di daerah Depok tersebut malahan menjadi anak nakal. Hal-hal seperti ini sebenarnya banyak terjadi di dalam kehidupan nyata.
Perspektif mengenai nilai kepercayaan dalam cerpen Moksa ini terjadi diakhir cerita. Ketika pandangan seorang Ayah yang berbeda dengan anaknya. Seperti yang kita ketahui kepercayaan adalah keyakinan akan sesuatu yang dianggap sesuatu itu benar. Namun dalam cerpen ini terjadi perbedaan pandangan tentang nilai kepercayaan itu tersendiri. Hal ini terjadi diakhir cerita yang menjadi klimaks. Dokter Subianto yang sedang berusaha mengendalikan amarahnya, Moksa menemuinya untuk menanyakan apakah ayahnya marah dan masih percaya padanya. Sang ayah menjawab tidak. Namun jawaban itu tidak membuat hati Moksa lega, justru kebalikannya. Moksa menangis seketika dan ia kembali bertanya. Jawaban yang diberikan ayahnya tetap sama. Moksa mengaku malu, dan ia meminta ma’af karena ia tidak bisa menjaga kepercayaan sang ayah. Moksa berpikir bahwa ayahnya tidak akan percaya lagi padanya, namun ternyata Moksa keliru. Itulah yang membuat Moksa malu terhadap ayahnya. Kemudian Moksa meminta ayahnya memberikan kesempatan dan kepercayaan bahwa ia akan berubah menjadi lebih baik. Pak Subianto yang berprofesi Dokter tersebut akhirnya sangat senang dan setuju dengan hal tersebut.
Di sisi lain, Dokter Subianto mempunyai perbedaan pandangan tentang nilai kepercayaan dengan istrinya. Ibu Subianto tidak ingin anaknya diberikan kepercayaan karena ia takut anaknya menjadi anak yang lebih parah kenakalannya. Tetapi Pak Subianto tetap akan memberikan anaknya kebebasan dan ia percaya anaknya dapat melewati persoalan dalam hidupnya dengan kepercayaan itu. Akhirnya dia berusaha melawan keegoisan dirinya sendiri, ia tahu kepercayaan itu baru bisa bekerja, kalau dia sendiri juga terlebih dahulu percaya. Dia tahu dengan kepercayaan Moksa dapat melawan semua itu dan kepercayaan itulah yang akan membantunya menyelesaikan persoalannya. Perdebatan mengenai perbedaan ini terjadi pada dialog seperti yang tertera di bawah ini:
"Kita harus memberi dia kepercayaan."
"Tapi...mungkin dia perlu uang!" Subianto menggeleng.
"Kepercayaan adalah segala-galanya. Itu lebih penting dari uang!" Wajah perempuan itu nampak semakin bingung. Ia mendekati suaminya, lalu mengembangkan tangannya. Di atas tangan itu Subianto melihat bungkusan plastik dengan bubuk jahanam. 
"Aku temukan ini di kamar mandi. Moksa pasti kelupaan." Dokter Subianto bergetar melihat barang-barang jahanam itu. Tetapi ia mencoba tenang. Hanya saja matanya tidak kuat. Nampak tetes air mata dari kedua mata yang sudah banyak diterpa kesedihan itu.
"Kita harus percaya dan menyerahkan dirinya kepada dirinya. Dialah yang paling bisa menjaga dirinya sendiri. Kita harus berhenti jadi polisi dengan memberinya kepercayaan. Inilah harapan kita sekarang, setelah semuanya gagal!" bisiknya sambil mencampakkan benda laknat yang sudah menghancurkan Moksa itu.
"Kita lawan semua ini dengan kepercayaan." 
"Tapi apa bisa hanya dengan kepercayaan, Pa? Moksa sudah parah!"
"Kamu kira aku percaya pada semua ini? Tidak, Bu. Aku juga tidak percaya. Tapi kita harus percaya. Kita harus percaya Moksa akan bisa melawan itu semua. Dengan memberinya kepercayaan kita akan membantu ia keluar dari persoalannya. Harus, betapa pun kita tidak percayanya. Harus Bu!"
Istri Subianto terdiam, sementara Subianto sendiri berusaha melawan dirinya sendiri. Ia tahu kepercayaan itu baru bisa bekerja, kalau dia sendiri juga terlebih dahulu percaya.
Di dalam cerpen ini bisa kita tarik bahwa bukan hanya ma’af yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah tetapi memberinya kesempatan dan kepercayaan agar mampu menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi. Semakin sering atau semakin banyak beban tugas yang kita pertanggungjawabkan berarti kepercayaan orang kepada kita sangatlah besar, dan itu musti kita syukuri, karena kemampuan yang besar akan melahirkan tanggung jawab yang besar. Namun bagaimana kita bisa mempertahankan suatu “kepercayaan” itu sehingga ia bisa melekat dalam diri kita? Padahal menerima suatu kepercayaan lebih sulit dibandingkan memberi suatu kepercayaan. Ketika suatu kepercayaan itu kita terima dari orang lain, maka kita musti mampu untuk mewujudkan kepercayaan tersebut menjadi sebuah rasa simpatik.
Ketika kepercayaan itu diabaikan apa yang terjadi? Mungkin satu, dua atau tiga kali orang masih mau memberikan kepercayaan lagi. Namun ketika terjadi kesalahan yang sama apakah kepercayaan itu masih bisa kita dapat kembali? Bisa dipastikan ia akan pergi bahkan akan menimbulkan rasa empati bagi orang yang memberi kepercayaan tersebut, meski suatu ketika kita melakukan hal yang benar, akan tetap minus di mata orang tersebut. Jadi betapa besar arti kepercayaan itu di mata dan hati setiap orang. Hal ini karena tidak ada orang yang mau dibohongi bahkan dikecewakan apalagi hal itu terus berulang dan kesalahan yang sama. Jadi ketika kita menerima suatu kepercayaan sudah semestinya kita mampu menjaganya, seperti kita menjaga dan merawat diri kita sendiri, sehingga ia akan menjadi sesuatu yang mulia dalam hidup. Seberapa pentingkah arti kepercayaan, itu tergantung dari seberapa besar hati kita untuk memuliakan orang lain. 
Sikap dokter  Subianto dalam cerpen ini memberi pelajaran penting sebagai orang tua. Dalam mendidik anaknya, dia menghilangkan sikap sebagai polisi yang selalu mengawasi dengan memberi modal kepercayaan, agar dapat menyelesaikan masalah dan lebih bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan anaknya sendiri. 
Begitu pula Moksa sebagai seoarang anak yang menghormati orang tua, dengan perasaan bersalah dia mulai berusaha untuk bisa menjadi lebih baik atas kepercayaan yang telah diberikan kepadanya. Dia tahu, walaupun setiap orang ada hak, namun juga tidak luput dari tanggungjawab dan kewajiban. Meskipun seorang anak mendapat kebebasan dari orang tuanya, seorang mahasiswa mendapat kebebasan dari dosen, seorang pejabat menerima kebebasan dari atasannya, bukan berarti semua itu tidak ada batasan. Jangan berpikir bahwa ketika seseorang hidup layak setara dan sesuai dengannya, maka ia bebas melakukan segalanya. Karena segala sesuatu  belum tentu sesuai dengan harapan kita. Oleh karena itu, sebuah masalah akan muncul bila harapan tidak sesuai dengan kenyataan. Manusia hidup bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, tetapi hidup juga untuk memenuhi kebutuhan sesama. Untuk memenuhi kebutuhan sendiri manusia harus hidup dengan orang lain. Ibarat pepatah, “Hargailah dirimu sendiri sehingga orang lain menghargaimu dan berilah serta jaga kepercayaan orang lain hingga kamu menjadi mulia”.  .
Sungguh cerpen buah karya Putu Wijaya ini memberi solusi dalam membangun keluarga dengan rasa saling percaya. Keluarga akan berkualitas apabila terdapat hubungan yang harmonis antara orangtua dan anak-anak, serta dibangun atas dasar cinta dan kepercayaan (love and trust). Sedangkan cinta merupakan kolaborasi ketulusan dan keikhlasan, sehingga melahirkan rasa percaya dan hormat (trust and respect). Bila dalam keluarga harus terjadi perpisahan sementara untuk kebaikan keluarga atau kebaikan masyarakat, maka pada dasarnya kembalinya adalah kepada diri sendiri
Cerpen Moksa ini juga tidak berlaku asas resiprositi dan mutual benefit hubungan antara orangtua dan anak. Asas resiprositi mengajarkan bahwa kalau kita diberi sesuatu maka sudah sepantasnya berbuat hal yang sama kepada pemberi. Sedangkan mutual benefit mengajarkan kalau kita melakukan kerja sama maka harus jelas keuntungan apa yang akan didapat dari kerja sama itu. Dalam keluarga asas-asas itu tidak pernah diperhitungkan oleh orangtua terhadap anaknya. Yang ada hanyalah sikap dan perilaku ”saling”, yaitu saling mengisi, melengkapi kekurangan, menutupi kesalahan, percaya, mendukung, mengalah, tenggang rasa, pengertian, membantu, memaafkan, peduli, dan melindungi. Tanpa saling menyakiti atau menzalimi yang lain.
Menciptakan keluarga harmonis bukan hanya batu pijar terakhir dalam keluarga melainkan sebuah proses dalam konteks yang saling berkaitan antara sifat emosional, kecerdasan masing-masing individu dalam keluarga, kebersamaan dan tanggung jawab yang mereka pelihara. Dalam hal ini suami-istri yang sebagai penopang terbentuknya keluarga seharusnya menyadari apa yang harus mereka lakukan dan apa yang tidak. Mereka menjadi tauladan bagi anak-anak mereka agar kelak anak-anak mereka mengerti bagaimana indahnya sebuah keluarga yang harmonis dan sejahtera tercipta. Dan suami-istri juga sebagai pendidik atau pembimbing untuk mengontrol anak-anaknya supaya mengarahkan mereka ke arah yang positif dan lebih bermanfaat, serta bagaimana cara berinteraksi dengan masyarakat sekitar agar lebih padu dan tidak ada saling ketertutupan diantara sesama. 
Dalam cerpen ini sekaligus juga mengajarkan fungsi keluarga, ialah merawat, memilihara, dan melindungi anggotanya (khususnya anak) dalam rangka sosialisasi agar anak mampu mengendalikan diri dan berjiwa sosial. Dalam lingkup keluarga sangat perlu sebagai orang tua mengajarkan anak-anaknya bagaimana kita bersifat, bersikap, bergaul dalam masyarakat sekitar tentunya itu akan membawa dampak yang positif dalam perkembangan mereka.
Kesimpulannya bahwa dalam cerpen Moksa ini, semuanya dikupas dengan isi yang pas, tajam, dan mengandung arti. Penulis mampu memberi sesuatu bagi pembacanya, seperti pengetahuan, pengalaman, kegembiraan, pandangan, untuk mengajarkan kita dalam memberi dan menerima sebuah kepercayaan dari orang lain. Hal ini menjadi sebuah renungan bagi kita semua, dibuktikan begitu besar arti sebuah kepercayaan itu sendiri. Bukan saja kepercayaan terhadap Sang Pencipta, tetapi juga kepercayaan terhadap hubungan sesama insan-Nya, baik kepercayaan dengan orang lain maupun dalam keluarga sendiri. Jadi intinya, tanpa adanya saling percaya satu sama lain, keharmonisan hidup dalam keluarga maupun sosial bermasyarakat jauh dari angan.




RIWAYAT PENULIS
Wahyu Saputra, lahir di Sungai Lintang 14 September 1987, Kecamatan V Koto, Kabupaten Muko-muko Provinsi Bengkulu. Tamat SDN 02 di kampung halamannya (1999), terus dia melanjutkan pendidikan di MTsN Agung Jaya di daerahnya (2002). Keterbatasan biaya memaksa dia menganggur untuk sementara waktu, kemudian melanjutkan pendidikannya di SMAN 02 Lubuk Pinang (sekarang SMAN 05 Muko-muko) (2007).”Jika ingin mengalahkan orang lain, terlebih dahulu cobalah belajar mengalahkan diri sendiri” itulah motto hidup mahasiswa berzodiak Virgo ini. Mahasiswa yang pernah meraih juara 2 MTQ dan 1 Adzan Tingkat Remaja Se-Kecamatan Lubuk Pinang Muko-muko dimasa SMA lima tahun yang silam ini, juga pernah kuliah di AIM, AMIK, STMIK Jayanusa jurusan Diploma 1 (D1) Informatika Komputer. Sekarang dia sudah duduk di semester lima menggeluti pendidikan S.I jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah di Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Padang. Selain sibuk kuliah ia juga aktif berorganisasi dilingkungan internal kampus maupun  eksternal kampus UNP, antara lain, IMALIKO ”Ikatan Mahasiswa Limo Koto Muko-muko” (2008-Sekarang), DPUBKOM FKPWI FBS UNP (2008-2009), DS2I FKPWI FBS UNP (2009-2010), INFOKOM HMJ BASINDODA FBS UNP (2009-2010), dan  SKK GANTO UNP (2010-2011). Jika ingin memberi kritik atau saran, hubungi:  wahyuku87@yahoo.com.

0 Komentar:

Posting Komentar

 
Design by Wahyuku Design | Bloggerized by Wahyu Saputra - Free Blogger Themes | Free Song Lyrics, Cara Instal Theme Blog